renungan untuk seorang wanita yang sesungguhnya mahal sekali hargamu dimata dunia
:)
MAWAR BERDURI DI TEPI JURANG
Ya, saya jadi ingat kejadian waktu Tahun 1998 kira-kira. Di situ ada sebuah kejadian, saya ngisi sebuah training motivasi di Kota Bogor. Pesertanya waktu itu anak-anak SMA kelas 1 dan kelas 2. Sampai kemudian saya kasih mereka semua selembar kertas, lembar kertas A4, dan saya minta mereka menggambar sebuah gambar yang gambar itu bisa menjelaskan siapa mereka. Apapun yang mereka maksud tentang mereka. Kalau ada yang mengertinya cita-cita, gambarlah cita-cita mereka. Kalau ada yang mengertinya keadaan diri dan keluargnya sekarang, gambarkan itu. Semuanya menggambar. Karena pesertanya anak-anak SMA, gak ada yang serius gambarnya. Semua bercanda. Ada yang gambar inilah, gambar ini, dan lain sebagainya, bercanda. Sampai kemudian ada seorang perempuan, namanya Ummu, waktu itu dia masih kelas 1 SMA. Dia gambar berbeda. Dia gambar mawar, lalu ada duri-durinya dan kemudian di belakangnya dengan background warnanya gelap, hitam. Kemudian saya tanya, “Mu, kamu gambar apa Mu?”
Lalu dia bilang, “Kang, saya gambar mawar berduri.”
“Apa Maksudnya?”
Dia bilang, “Mawar itu sempurna karena ada durinya. Mawar itu sempurna justru karena punya duri. Cuman banyak orang bilang, duri pada mawar itu mengurangi keindahan mawar, merusak keindahan mawar, mengganggu mawar. Padahal justru duri itulah yang membuat mawar dikatakan mawar. Duri itulah yang membuat mawar dikatakan sempurna.”
Lalu saya tanya, “Lalu hubungannya apa dengan kamu?”
Lalu dia bilang, “Saya gambarkan diri saya, perempuan, seperti mawar dan duri itu adalah aturan Tuhan bagi setiap perempuan, aturan Tuhan bagi setiap wanita.”
Dia katakan gini, “Seperti duri pada mawar, banyak orang bilang aturan Allah bagi setiap perempuan itu merusak keindahan perempuan, membuat perempuan susah gaul, susah bekerja, susah beraktivitas. Padahal seperti duri pada mawar, aturan itu juga yang membuat wanita dikatakan wanita.” Maka dia katakan, “Saya mawar berduri. Saya wanita dengan apa yang Tuhan mau untuk saya lakukan, saya akan lakukan, dengan apa yang Tuhan mau saya kenakan, akan saya kenakan, apa yang Tuhan mau untuk saya rasakan, akan saya rasakan, apa yang Tuhan mau untuk saya katakan akan saya katakan, apa yang Tuhan mau untuk saya lakukan, maka saya akan lakukan. Maka saya mawar berduri. Saya perempuan dengan apa yang Tuhan mau, Tuhan mau, Tuhan mau ada pada diri saya."
Waktu itu seluruh suasana di ruangan itu, dua ratus orang mungkin pesertanya, terdiam karena ternyata ada satu orang yang serius di antara puluhan orang yang sudah maju sebelumnya dan tidak ada yang serius.
Kemudian saya tanya lagi, “Lalu Mu, kenapa di belakangnya dikasih warna gelap (hitam), kan bisa pilih warna kuning, biru, hijau, merah, atau yang lainnya. Kenapa dikasihnya warna gelap?”
Lalu dia bilang begini, waktu itu dia anak SMA yang bicara yang luar biasa. Dia katakan, “Kang, saya tidak mau jadi mawar berduri di tengah taman. Kalau saya jadi mawar berduri di tengah taman, gampang orang untuk memetik saya. Mudah untuk memetik saya. Hanya ada denda lima puluh ribu atau dua bulan kurungan, lalu orang memetik saya dengan sangat mudah. Saya nggak mau seperti itu. Saya pengin jadi mawar berduri di tepi jurang, makanya saya warnai gelap di belakangnya.”
“Maksudnya apa?”
Dia bilang, “Saya ingin menjadi mawar berduri ditepi jurang, karena suatu saat nanti saya yakin,”kata dia, “kalau kelak akan ada laki-laki yang akan memetik saya, dia pasti laki-laki yang paling berani mengorbankan nyawanya untuk saya. Resikonya besar di tepi jurang. Nyawa, bukan sekedar denda, bukan sekedar kurungan beberapa bulan.”
Luar biasa. Waktu itu semua tepuk tangan dan terkagum-kagum dengan pemikiran seorang anak kelas 1 SMA ini. Kejadiannya Tahun ’98 kurang lebih ya. Lalu beberapa tahun kemudian saya dengar informasinya. Ini anak biasa. Dia bukan dari keluarga kaya. Dia orangnya sederhana. Bahkan dia punya penyakit jantung. Dibilang cantik, juga tidak cantik, cantik seperti bintang sinetron, biasa saja. Penampilan semua biasa. Keluarga biasa. Ekonomi biasa. Tapi beberapa tahun kemudian, dia keterima kuliah, PMDK tanpa syarat, Fakultas Kedokteran UI. Sekarang dia sudah berkeluarga, sudah punya anak, sudah berhasil menjadi dokter spesialis di Depok. Luar biasa. Dia menjadi indah karena dia tidak pernah memburukkan gambarnya. Kalau orang bertanya tentang siapa dia, maka dia jawab dengan indah karena dia yakin Allah akan bantu meng-indahkan masa depannya. Kalau orang tanya tentang cita-citanya, dia akan katakan yang terbaik karena dia yakin apapun keadaannya dia hari ini, Allah akan bantu meng-indahkan cita-citanya di depan.
Sahabat MQ, kisah ini luar biasa. Sampai sekarang bahkan saya sudah ceritakan dua kali dalam dua buku saya. Menginspirasi luar biasa. Seorang yang menjadi besar karena tidak pernah merasa kecil. Buat kita yang punya Allah Yang Maha, Yang Maha, Yang Maha itu, kenapa kita harus merasa kecil? Kalau hari ini kita merasa tidak punya harta, kita miskin, tapi kan kita hidup bersama Allah Yang Maha Kaya. Jadi kenapa kita harus minder karena kemiskinan kita? Kalau hari ini kita merasa kecil, toh kita dekat dan lebih dekat dari urat nadi kita dengan Allah Yang Maha Besar. Jadi kenapa kita takut dengan kekecilan kita? Kalau hari ini kita merasa tidak berilmu, toh kita hidup senantiasa dengan Allah Yang Maha Tahu. Jadi kenapa kita harus takut, minder, tidak percaya diri hanya karena apa yang kita ada sekarang?
Kisah Nabi Yusuf mengajarkan, di Qur’an surat Yusuf. Kisah Nabi Yusuf dimulai dari ayat ke-5, dan di ayat ke-5 itu Nabi Yusuf berkata kepada Bapaknya, pada Ayahnya, “Ayahku, aku bermimpi melihat sebelas bintang, bulan dan matahari, semuanya sujud kepadaku.” Lalu ayat ke-6 sampai ayat ke-99 itu hanya kisah perjuangan Nabi Yusuf. Dia dimasukkan ke dalam sumur, dia dijadikan budak, dia dijual, dipenjara, digoda Zulaikha, terus, terus, terus, dan terus. Cobaan semua. Sampai di ayat ke-100 Nabi Yusuf berhasil menjadi raja, lalu dia panggil Ayah dan Saudara-Saudaranya, kemudian dia dudukkan Ayahnya di singgasananya. Lalu dia bilang, “Ayahku, ini mimpiku yang dulu kukatakan kepadamu. Dan sungguh Allah telah baik untuk menjadikannya kenyataan. Maka kalau kita beriman kepada Nabi Yusuf, kita belajar kepada Nabi Yusuf. Kisah Nabi Yusuf mengajarkan kepada kita, kalau kisah hidup kita bukan dimulai kemarin, dari siapa kita lahir, apa latarbelakang kita, dan dari mana kita dulu sekolah atau kuliah, apa pekerjaan kita sekarang. Tapi kisah hidup kita dimulai saat kita berani mengatakan apa mimpi kita, apa yang kita inginkan di depan-Nya. Dan kisah hidup kita hanya pantas diakhiri, seperti kisah Nabi Yusuf. Saat kita berhasil mendapatkan apa yang pernah kita gambarkan tadi dan kita katakan kepada orang-orang yang pernah kita katakan mimpi kita, “Sungguh Allah telah baik untuk menjadikannya kenyataan.”

MAWAR BERDURI DI TEPI JURANG
Ya, saya jadi ingat kejadian waktu Tahun 1998 kira-kira. Di situ ada sebuah kejadian, saya ngisi sebuah training motivasi di Kota Bogor. Pesertanya waktu itu anak-anak SMA kelas 1 dan kelas 2. Sampai kemudian saya kasih mereka semua selembar kertas, lembar kertas A4, dan saya minta mereka menggambar sebuah gambar yang gambar itu bisa menjelaskan siapa mereka. Apapun yang mereka maksud tentang mereka. Kalau ada yang mengertinya cita-cita, gambarlah cita-cita mereka. Kalau ada yang mengertinya keadaan diri dan keluargnya sekarang, gambarkan itu. Semuanya menggambar. Karena pesertanya anak-anak SMA, gak ada yang serius gambarnya. Semua bercanda. Ada yang gambar inilah, gambar ini, dan lain sebagainya, bercanda. Sampai kemudian ada seorang perempuan, namanya Ummu, waktu itu dia masih kelas 1 SMA. Dia gambar berbeda. Dia gambar mawar, lalu ada duri-durinya dan kemudian di belakangnya dengan background warnanya gelap, hitam. Kemudian saya tanya, “Mu, kamu gambar apa Mu?”
Lalu dia bilang, “Kang, saya gambar mawar berduri.”
“Apa Maksudnya?”
Dia bilang, “Mawar itu sempurna karena ada durinya. Mawar itu sempurna justru karena punya duri. Cuman banyak orang bilang, duri pada mawar itu mengurangi keindahan mawar, merusak keindahan mawar, mengganggu mawar. Padahal justru duri itulah yang membuat mawar dikatakan mawar. Duri itulah yang membuat mawar dikatakan sempurna.”
Lalu saya tanya, “Lalu hubungannya apa dengan kamu?”
Lalu dia bilang, “Saya gambarkan diri saya, perempuan, seperti mawar dan duri itu adalah aturan Tuhan bagi setiap perempuan, aturan Tuhan bagi setiap wanita.”
Dia katakan gini, “Seperti duri pada mawar, banyak orang bilang aturan Allah bagi setiap perempuan itu merusak keindahan perempuan, membuat perempuan susah gaul, susah bekerja, susah beraktivitas. Padahal seperti duri pada mawar, aturan itu juga yang membuat wanita dikatakan wanita.” Maka dia katakan, “Saya mawar berduri. Saya wanita dengan apa yang Tuhan mau untuk saya lakukan, saya akan lakukan, dengan apa yang Tuhan mau saya kenakan, akan saya kenakan, apa yang Tuhan mau untuk saya rasakan, akan saya rasakan, apa yang Tuhan mau untuk saya katakan akan saya katakan, apa yang Tuhan mau untuk saya lakukan, maka saya akan lakukan. Maka saya mawar berduri. Saya perempuan dengan apa yang Tuhan mau, Tuhan mau, Tuhan mau ada pada diri saya."
Waktu itu seluruh suasana di ruangan itu, dua ratus orang mungkin pesertanya, terdiam karena ternyata ada satu orang yang serius di antara puluhan orang yang sudah maju sebelumnya dan tidak ada yang serius.
Kemudian saya tanya lagi, “Lalu Mu, kenapa di belakangnya dikasih warna gelap (hitam), kan bisa pilih warna kuning, biru, hijau, merah, atau yang lainnya. Kenapa dikasihnya warna gelap?”
Lalu dia bilang begini, waktu itu dia anak SMA yang bicara yang luar biasa. Dia katakan, “Kang, saya tidak mau jadi mawar berduri di tengah taman. Kalau saya jadi mawar berduri di tengah taman, gampang orang untuk memetik saya. Mudah untuk memetik saya. Hanya ada denda lima puluh ribu atau dua bulan kurungan, lalu orang memetik saya dengan sangat mudah. Saya nggak mau seperti itu. Saya pengin jadi mawar berduri di tepi jurang, makanya saya warnai gelap di belakangnya.”
“Maksudnya apa?”
Dia bilang, “Saya ingin menjadi mawar berduri ditepi jurang, karena suatu saat nanti saya yakin,”kata dia, “kalau kelak akan ada laki-laki yang akan memetik saya, dia pasti laki-laki yang paling berani mengorbankan nyawanya untuk saya. Resikonya besar di tepi jurang. Nyawa, bukan sekedar denda, bukan sekedar kurungan beberapa bulan.”
Luar biasa. Waktu itu semua tepuk tangan dan terkagum-kagum dengan pemikiran seorang anak kelas 1 SMA ini. Kejadiannya Tahun ’98 kurang lebih ya. Lalu beberapa tahun kemudian saya dengar informasinya. Ini anak biasa. Dia bukan dari keluarga kaya. Dia orangnya sederhana. Bahkan dia punya penyakit jantung. Dibilang cantik, juga tidak cantik, cantik seperti bintang sinetron, biasa saja. Penampilan semua biasa. Keluarga biasa. Ekonomi biasa. Tapi beberapa tahun kemudian, dia keterima kuliah, PMDK tanpa syarat, Fakultas Kedokteran UI. Sekarang dia sudah berkeluarga, sudah punya anak, sudah berhasil menjadi dokter spesialis di Depok. Luar biasa. Dia menjadi indah karena dia tidak pernah memburukkan gambarnya. Kalau orang bertanya tentang siapa dia, maka dia jawab dengan indah karena dia yakin Allah akan bantu meng-indahkan masa depannya. Kalau orang tanya tentang cita-citanya, dia akan katakan yang terbaik karena dia yakin apapun keadaannya dia hari ini, Allah akan bantu meng-indahkan cita-citanya di depan.
Sahabat MQ, kisah ini luar biasa. Sampai sekarang bahkan saya sudah ceritakan dua kali dalam dua buku saya. Menginspirasi luar biasa. Seorang yang menjadi besar karena tidak pernah merasa kecil. Buat kita yang punya Allah Yang Maha, Yang Maha, Yang Maha itu, kenapa kita harus merasa kecil? Kalau hari ini kita merasa tidak punya harta, kita miskin, tapi kan kita hidup bersama Allah Yang Maha Kaya. Jadi kenapa kita harus minder karena kemiskinan kita? Kalau hari ini kita merasa kecil, toh kita dekat dan lebih dekat dari urat nadi kita dengan Allah Yang Maha Besar. Jadi kenapa kita takut dengan kekecilan kita? Kalau hari ini kita merasa tidak berilmu, toh kita hidup senantiasa dengan Allah Yang Maha Tahu. Jadi kenapa kita harus takut, minder, tidak percaya diri hanya karena apa yang kita ada sekarang?
Kisah Nabi Yusuf mengajarkan, di Qur’an surat Yusuf. Kisah Nabi Yusuf dimulai dari ayat ke-5, dan di ayat ke-5 itu Nabi Yusuf berkata kepada Bapaknya, pada Ayahnya, “Ayahku, aku bermimpi melihat sebelas bintang, bulan dan matahari, semuanya sujud kepadaku.” Lalu ayat ke-6 sampai ayat ke-99 itu hanya kisah perjuangan Nabi Yusuf. Dia dimasukkan ke dalam sumur, dia dijadikan budak, dia dijual, dipenjara, digoda Zulaikha, terus, terus, terus, dan terus. Cobaan semua. Sampai di ayat ke-100 Nabi Yusuf berhasil menjadi raja, lalu dia panggil Ayah dan Saudara-Saudaranya, kemudian dia dudukkan Ayahnya di singgasananya. Lalu dia bilang, “Ayahku, ini mimpiku yang dulu kukatakan kepadamu. Dan sungguh Allah telah baik untuk menjadikannya kenyataan. Maka kalau kita beriman kepada Nabi Yusuf, kita belajar kepada Nabi Yusuf. Kisah Nabi Yusuf mengajarkan kepada kita, kalau kisah hidup kita bukan dimulai kemarin, dari siapa kita lahir, apa latarbelakang kita, dan dari mana kita dulu sekolah atau kuliah, apa pekerjaan kita sekarang. Tapi kisah hidup kita dimulai saat kita berani mengatakan apa mimpi kita, apa yang kita inginkan di depan-Nya. Dan kisah hidup kita hanya pantas diakhiri, seperti kisah Nabi Yusuf. Saat kita berhasil mendapatkan apa yang pernah kita gambarkan tadi dan kita katakan kepada orang-orang yang pernah kita katakan mimpi kita, “Sungguh Allah telah baik untuk menjadikannya kenyataan.”