Wednesday, 21 March 2018

APLIKASI PRODUK DARI LIMBAH HASIL PENGOLAHAN KITIN DAN KITOSAN DARI CANGKANG UDANG


APLIKASI PRODUK DARI LIMBAH HASIL PENGOLAHAN KITIN DAN KITOSAN DARI CANGKANG UDANG

Sepriyan niccy*,Ali jaja**, Riska chintami aulia***
Prodi Teknologi Hasil Perikanan, Fakultas Ilmu Kelautan dan Perikanan
Jl. Politeknik Sengarang, Kota Tanjungpinang 29115
No. hp: 081261049370 Email: riyhansgmail.com*,alijaja1502@gmail.com**,riskachintami@gmail.com***

ABSTRAK

Indonesia tercatat sebagai Negara penghasil udang terbesar ketiga di dunia . udang menjadi nilai ekonomis jika diolah menjadi kitin dan kitosan. Kulit udang atau kepiting merupakan bahan baku penghasil kitin dan kitosan. Setiap tahunnya dihasilkan sekitar 0,08 juta ton dari luas tambak udang 380.000 hektar. Adapun limbah udang yang dihasilkan dari proses pengolahan udang berkisar 30-40 % dari berat udang (Purwanti dkk, 2001). Limbah udang mengandung protein kasar sekitar 25-40 %, kalsium karbonat 45-50% dan kitin 15-20%.  Protein yang terkandung dalam kulit udang berikatan erat dengan khitin dan kalsium karbonat (dalam ikatan protein-khitin-kalsium karbonat).limbah udang memiliki kandungan protein dan mineral yang dapat dijadikan sebagai alternatif pakan ternak , memiliki kandungan CaCO3 yang dapat dijadikan bahan pupuk cair, memiliki kandungan pigmen yang dapat dimanfaatkan sebagai penguning warna kuning telur, serta memiliki kandungan kalsium yang dapat dimanfaatkan sebagai tambahan dalam pembuatan cone es krim.
Kata kunci: kalsium, kitin -kitosan , limbah udang , protein.

ABSTRACT

Indonesia is listed as the third largest shrimp producing country in the world. shrimp become economic value if processed into chitin and chitosan. Shrimp or crab skin is a raw material of chitin and chitosan. Each year it generates about 0.08 million tons of shrimp ponds of 380,000 hectares. The shrimp waste generated from shrimp processing ranges from 30-40% of shrimp weight (Purwanti et al, 2001). Shrimp waste contains crude protein about 25-40%, 45-50% calcium carbonate and chitin 15-20%. Proteins contained in shrimp skin are closely related to khitin and calcium carbonate (in protein-khitin-calcium carbonate bonds). Shrimp waste contains protein and minerals that can be used as an alternative to animal feed, has a content of CaCO3 which can be used as a liquid fertilizer, has pigment content that can be utilized as yellow color yellowing, and has a calcium content that can be utilized in addition to making ice cream cones.
Keywords: calcium, chitin-waste, shrimp waste, protein.

1.   PENDAHULUAN
Udang merupakan komoditas andalan dan bernilai ekonomis sebagai salah satu hasil perikanan utama Indonesia. Sekitar 80-90% ekspor udang dilakukan dalam bentuk udang beku tanpa kepala dan 75% dari berat total udang merupakan bagian kulit dan kepala. Kulit udang atau kepiting merupakan bahan baku penghasil kitin dan kitosan. Indonesia tercatat sebagai Negara penghasil udang terbesar ketiga di dunia. Setiap tahunnya dihasilkan sekitar 0,08 juta ton dari luas tambak udang 380.000 hektar. Adapun limbah udang yang dihasilkan dari proses pengolahan udang berkisar 30-40 persen dari berat udang (Purwanti dkk, 2001).
Udang tidak saja bisa dikonsumsi oleh manusia, namun udang juga bisa dikonsumsi oleh hewan dengan memanfaatkan kandungan protein kasar, kalsium dan fosfor dari limbah cangkang udang yang dijadikan tepung sebagai pakan hewan ternak. Kebutuhan ternak akan protein menjadi salah satu hal yang krusial bagi peternak dewasa ini. Penggunaan sumber protein yang mahal menjadi salah satu kendala yang berdampak pada tingginya biaya produksi.
Limbah udang mengandung protein kasar sekitar 25-40 persen, kalsium karbonat 45-50 persen dan kitin 15-20 persen.Selain sebagai sumber yang telah disebutkan, limbah udang sendiri mengandung karotinoid berupa astaxantin yang merupakan pro vitamin A untuk pembentukan warna kulit.Gambaran kandungan protein dan mineral yang cukup tinggi dari limbah udang, dapat dijadikan sebagai pakan alternatif untuk ternak (Muzzarelli dan Joles, 2000).
Limbah udang memiliki prospek untuk dijadikan bahan pupuk cair karena berdasarkan hasil penelitian Manjang (1993) pada bahan ini mengandung CaCO3.  Menurut Harjowigeno (2010), kalsium (Ca) merupakan salah satu hara makro bagi tanaman.  Melalui penggunaan limbah udang sebagai pupuk cair, di samping untuk mengatasi permasalahan kelangkaan pupuk, juga dapat mengatasi permasalahan (bau, kotor, gangguan kesehatan, dan lainnya) yang mungkin dapat ditimbulkan akibat keberadaan limbah tersebut di lingkungan.  Oleh karena itu,  tujuan  dari penelitian adalah : 1) Mengkaji   kadar   hara   makro   (N, P, K, Ca, Mg, S) dan hara mikro (Cu, Zn, Mn dan Fe) pada bahan pupuk cair yang berasal dari limbah udang, 2) Mengkaji  pengaruh  pemberian  pupuk  cair  berbahan  dasar  limbah udang melalui daun maupun akar dalam meningkatkan pertumbuhan dan produksi tanaman cabai, dan 3) Menganalisis  R/C ratio dari penggunaan pupuk cair berbahan dasar limbah udang pada pertanaman cabai. 
Limbah udang berupa kepala atau potongan kepala dan ekor bisa dimanfaatkan untuk ternak unggas. Selain mengandung pigmen yang bermanfaat sebagai penguning warna kuning telur juga berguna untuk pembunuh bakteri karena pada cangkang udang terdapat kitin dan kitosan yang memiliki gugus amina yang dapat melisis dinding sel mikrob-mikrob pembusuk. Rata-rata kandungan kitin pada cangkang kering arthropoda adalah 20-25% (Kusumaningsih et al. 2003). Savant et al. 2000) melaporkan bahwa kitin dan kitosan ini potensial untuk diaplikasikan dalam pengolahan limbah, obat-obatan, pengolahan makanan dan bioteknologi. Berbagai manfaat yang ditemukan dari limbah udang juga diperkuat oleh O-Fish (2009) yang menyatakan bahwa astaxanthin merupakan suatu pigmen merah yang terdapat secara alamiah pada berbagai jenis makhluk hidup.
Kalsium merupakan salah satu makromineral, yaitu mineral yang dibutuhkan oleh tubuh lebih dari 100 mg/hari(Almatsier, 2005). Konsumsi kalsium di Indonesia masih rendah, yaitu 254 mg/hari(Depkes RI, 2004). Kebutuhan kalsium bagi masyarakat Indonesia yang direkomendasikan berdasarkan golongan umur, yaitumasa kanak-kanak dibawah sepuluh tahun adalah 500 mg/hari, remaja 1000 mg/hari dan wanita hamil memerlukan 1150 mg/hari, sedangkan untuk orang dewasa baik laki-laki maupun perempuan memerlukan 800 mg/hari(Widyakarya Pangan dan Gizi, 2008). 
Cone es krim merupakan salah satu bahan pangan yang dapat ditambahkan kalsium. Menurut Rochman et al. (2010). Es krim merupakan makanan yang digemari semua masyarakat, dari anak-anak hingga orang dewasa. Pada tahun 2003, produksi  es krim dunia mencapai lebih dari satu miliar liter dan dikonsumsi oleh miliaran konsumen pertahun. Es krim merupakan hidangan beku yang memiliki tekstur semi padat. Saat ini banyak macamnya es krim yang disajikan salah satunya dengan crorong(cone) es.
Untuk mengetahui proses pembuatan macam-macam olahan dari limbah udang perlulah kita ulas dan bahas selengkapnya dengan mencari sumber informasi dari berbagai sumber, sehingga bertambah wawasan dan ilmu pengetahuan serta keahlian dalam pengolahan imbah samping dari udang yang dapat kita manfaatkan untuk dijadikan berbagai olahan.  
   
2.   METODE
Metode yang dilakukan yaitu pengumpulan data dari berbagai sumber. Sebagian besar sember berasal dari jurnal dan beberapa sumber berasal dari buku. Sumber pertama yang jadi rujukan adalah tentang kandungan protein kasar, , kalsium dan fosfor dari tepung cangkang udang sebagai  bahan pakan yang diolah dengan asam asetat (CH3COOH)( Andre R.Y. Wowor, B. Bagau, I. Untu dan  H. Liwe. 2015). Dilanjutkan dengan pengambilan data dari sumber jurnal tentang Potensi pemanfaatan limbah udang dalam meningkatkan pertumbuhan tanaman cabai(Nurhasanah, Hedi heryadi), kemudian dilanjutkan dengan pengumpulan data dari Penggunaan kepala udang sebagai pigmen dan kitin dalam pakan ternak(Elisahara. 2011). Setelah itu didapatkan dari sumber Fortifikasi tepungcangkang udang sebagai sumber kalsium terhadap tingkat kesukaan cone es krim(J. P. Azhari, Evi liviawaty dan Iskandar. 2012).

3.   HASIL DAN PEMBAHASAN
A.  FORTIFIKASI TEPUNG CANGKANG UDANG SEBAGAI SUMBER KALSIUM TERHADAP TINGKAT KESUKAAN ES KRIM CONE

Penelitian ini dilakukan dengan metode eksperimen yaitu dengan pembuatan cone es krimdengan berbagai perlakuan penambahan tepung cangkang udang . metode yang digunakan yaitu statistic non parametric Friedman dengan 5 perakuan dan 15 panelis semi terlatih sebagai ulangan untuk mengetahui tingkat penerimaan cone es krim. Lima perlakuan fortifikasi tepung cangkang udang berdasarkan jumlah tepung tapioka yang digunakan, yaitu:
1.    Perlakuan A : tanpa penambahan tepung cangkang udang
2.    Perlakuan B : penambahan 2,5% tepung cangkang udang
3.    Perlakuan C : penambahan 5% tepung cangkang udang
4.    Perlakuan D : penambahan 7,5% tepung cangkang udang
5.    Perlakuan E : penambahan 10% tepung cangkang udang


Prosedur penelitian  
Ø  Prosedur pembuatan tepung cangkang udang
Pada tahap ini adalah membuat tepung cangkang udang dari bahan baku cangkang udang.
1.    Tahapnya adalah sebagai berikut:
Penimbangan cangkang udang untuk mengetahui berat awalnya. Cangkang udang dicuci bersih dibawah air mengalir untuk menghilangkan kotoran-kotoran. Kemudian diperkecil ukurannya dengan gunting sampai menjadi ukuran 0,5-1 cm.
Cangkang udang kemudian direbus dalam air mendidih (100%) selama 12 jam. Empat jam pertama dilakukan pergantian air dilakukan selama 30 menit sekali selama delapan kali. Depalanjaam berikutnya dilakukan pergantian air selama 1 jam sekali sebanyak 8 kali. Kemudian cangkang udang yang telah direbus diangkat dan ditiriskan sebelum kemudian dikeringkan.  
Ø  Pembuatan cone es krim dengan menambaahkan tepung cangkang udang, tahapannya adalah sebagai berikut:
-       Tepung cangkang udang yang telah dibuat kemudian dicampurkan kedalam adonan yang terdiri dari tepung terigu, tepung tapioka, soda kue dan air.
-       Tepung cangkang udang ditambahkan 0%, 2,5%, 5%, 7,5% dan 10%.
-       Setelah terbentuk adonan, alat pencetak cone dicelupkan kedalam adonan kemudian ditekan.
-       Adonan dipanggang dengan suhu 98derajat celcius sampai diperoleh cone es krim selama kurang lebih 10 detik.
-       Selanjutnya dilakukan pengujian ketahanan cone terhadap es krim, derajat pengembangan, uji hedonic dan kadar kalsium.pengujian iini dilakukan  untuk menghasilkan cone yang terbaik yang ditentukan dengan metode Bayes.



-       Tabel 1. Formulasi Cone Es Krim per 250 gram Tepung Tapioka dengan berbagai perlakuan

Bahan
Perlakuan
A (0%)
B (2,5%)
C (5%)
D (7,5%)
E (10%)
Tepung Tapioka (g)
250
250
250
250
250
Tepung Cangkang Udang (g)
0
6,25
12,5
18,75
25
Tepung Terigu (g)
25
25
25
25
25
Soda kue (g)
2,5
2,5
2,5
2,5
2,5
Air (ml)
500
500
500
500
500
-        
Rendemen tepung cangkang udang
Rendemen tepung cangkang udang adalah sebesar 26,4%. Berat cangkang udang 1300 gr dan tepung cangkang udang yang dihasilkan sebesar 340 gr. Berdasarkan perhitungan, rendemen cangkang udang yaitu sebesar 36,15%. Berdasarkan  hasil rendemen tepung cangkang udang tersebut, bahwa  hasil yang didapatkan  tidak berbeda jauh dengan penelitian sebelumnya, hal ini disebabkan karena prosedur dan alat pembuatan tepung cangkang udang yang digunakan sama.
Tabel 2. Data Pengujian Derajat Pengembangan Cone Berdasarkan Perlakuan Penambahan Tepung Cangkang Udang
Perlakuan Penambahan Tepung Cangkan Udang
(%)
Ulangan 1 (%)
Ulangan 2 (%)
Derajat Pengembangan
(%)
0
8,82
8,52
8,67
2,5
10,29
9,70
9,99
5
11,76
12,05
11,91
7,5
13,24
12,65
12,95
10
14,70
14,41
14,56

Ketahanan cone terhadap es krim
Ketahanan cone adalah seberapa lama cone dapat menahan es krim sampa lembek, bocor, dan akhirnya tidak mampi menopang es.semakin lama waktu yang dibutuhkan sampai cone lembek berarti cone tersebut semakin bagus(Apriliana, 2010).
Table 3. hasil pengujian ketahanan cone terhadap eskrim berdasarkan perlakuan penambahan tepung cangkang udang.

Perlakuan Penambahan Tepung Cangkang
Udang (%)
Waktu Ketahanan Cone
(menit)
Waktu Ketahanan Cone
Komersil (menit)
0
16

2,5
23

5
27
19
7,5
20

10
20


Cone dengan penambahan tepung cangkang udang dapat menopang es krim lebih lama dibandingkan dengan cone komersil, hal ini disebabkan. Menurut(Wulandari, 2011), semakin tinggi penambahan tepung cangkang udang hingga 5%, maka semakin keras teksturnya.daya ikat air dengan tepung tapioca pada perlakuan 5% masih kuat, hal ini disebabkan karena perbandingan tepung tapoka dengan tepung cangkang udang sampai 5% masih lebih banyak kandungan tepung tapiokanya. Namun semakin banyak penambaahan tepung cangkang udang, maka daya ikat air dengan tepung tapioca akan rendah. Oleh sebab itu, cone dengan penambahan tepung cangkang udang 7,5% dan 10 % akan membuat daya tahan cone terhadap es krim menjadi rendah dibandingkan dengan penambahan 2,5% dn 5%.
Aroma
Hasil pengamatan terhadap aroma cone
Tabel 4. Rata – rata Uji Hedonik Terhadap Aroma Cone Berdasarkan Perlakuan Penambahan Tepung Cangkang Udang
Perlakuan Penambahan
Tepung Cangkang Udang (%)
Median
Rata – rata
Aroma
0
7
6,3 a
2,5
7
6,1 a
5
5
6,1 a
7,5
5
5,9 a
10
5
5,7 a
Keterangan: Perhitungan statistik menggunakan Uji Friedman dengan taraf 5%


Semakin banyak penambahan tepung cangkang udang, semakin menurun tingkat kesukaan terhadap panelis, hal ini disebabkan oleh aroma cangkang udang khas. Menurut Hadiwiyoto, aroma khas pada udang dikarenakan adanya aktifitas enzim yang ada dalam cangkang udang.
Rasa
Kualitas rasa cone dengan penambaahan tepung cangkang udang
Tabel 5. Rata rata Uji Hedonik Terhadap Rasa Cone Berdasarkan Perlakuan Penambahan Tepung Cangkang Udang
Perlakuan Penambahan
Tepung Cangkang Udang (%)
Median
Rata – rata
Rasa
0
5
5,5 a
2,5
5
5,8 a
5
7
6,3 a
7,5
5
5,8 a
10
5
5,9 a

Hasil uji statis menunjukkan bahwa hasilnya tidak menunjukkan perbedaan yang nyata, artinya semua panelis memiliki tingkat kesukaan rasa yang sama terhadap rasa cone dengan fortifikasi tepung cangkang udang
Tekstur
Penilaian pada pengamatan tekstur cone tepung cangkang udang pada cone eskrim
Tabel 6. Rata – rata Uji Hedonik Terhadap Tekstur Cone Berdasarkan Perlakuan Penambahan Tepung Cangkang Udang
Perlakuan Penambahan
Tepung Cangkang Udang (%)
Median
Rata – rata
Tekstur
0
7
5,8 a
2,5
7
6,1 a
5
7
6,6 a
7,5
7
6,6 a
10
7
6,5 a
Keterangan: Perhitungan statistik menggunakan Uji Friedman dengan taraf 5%

Semakin tinggi formulasi tepung cangkang udang sampai 7,5% nilai rata-rata tekstur kone juga semakin meningkat.  Menurut Maulida (2005), dengan adanya penambahan  tepung cangkang udang menyebabkan terjadinya reaksi anti elastis yang menurunkan sifatelastis pada gluten.
 Kadar kalsium
Pada haasil uji, rata-rata  kadar kalsium dari cone es krim tanpa penambahan tepung cangkang udang 0% dan yang paling disukai panelis adalah tambahan tepung cangkang udang sebesar 5%.

Tabel 7.     Rata-rata   Kandungan         Kalsium    Cone    Es    Krim    Berdasarkan     Perlakuan Penambahan Tepung Cangkang Udang yang Disukai Panelis dalam 250 g Cone
Perlakuan Penambahan
Tepung Cangkang Udang (%)
Rata-rata Kandungan Kalsium (%)
0
5
0,43
1,24

Berdasarkan takaran saji pada produk cone es krim yang umum dikonsumsi masyarakat yaitu 5 gr/takaran saji, maka jumlam kalsium cone es krim dengan penambahan tepung cangkang udang yang paling disukai yaitu 5% dengan kandungan kalsium sebesar 62 mg/5 gr. 
B.  KANDUNGAN PROTEIN KASAR, KALSIUM, DAN FOSFOR TEPUNG LIMBAH UDANG SEBAGAI BAHAN PAKAN YANG DIOLAH DENGAN ASAM ASETAT (CH3COOH)
Metode penelitian
Penelitian ini menggunakan metode Rancangan Acak Lengkap sesuai petunjuk Steel dan Torrie(1995) dengan 4 perlakuan dan 4 ulangan. Perlakuan limbah udang disusun sebagai berikut:
A0 = perendaman dengan menggunakan aquades tanpa asam asetat
A1 = perendamam limbah udang dengan larutan asam asetat 5%
A2 = perendamam limbah udang dengan larutan asam asetat 10%
A3 -   perandaman limbah udang dengan larutan asam asetat 15%
Pengaruh Perlakuan Asam Asetat Terhadap Kandungan Protein Kasar Tepung Limbah Udang
Penggunaan asam asetat pada pengolahan tepung limbah udang memberikan pengaruh nyata (P<0.05) terhadap kandungan protein kasar.Hasil uji lanjut Beda Nyata Jujur (BNJ) menunjukkan perlakuan A2 (pengolahan Asam asetat 10%) menghasilkan kandungan protein kasar yang secara nyata lebih tinggi dibandingkan perlakuan A0, A1, dan A3.Hal ini menunjukkan bahwa penggunaan larutan asam asetat sampai 10% dapat menaikkan nilai protein kasar dan merupakan dosis maksimal untuk menghasilkan kandungan protein kasar tepung limbah udang yang optimal, sebab pada perlakuan A3 (Asam asetat 15%) kandungan protein kasar telah mengalami penurunan, namun masih lebih tinggi dibandingkan dengan tanpa asam asetat dan asam asetat 5%.
Kandungan protein kasar limbah udang yang diolah dengan asam asetat 10% sebesar 58,37% setara dengan hasil penelitian Nwanna (2003) dan Mirzah dkk., (2008) sebesar 58.86% dan 55.63% sekalipun keduanya melakukan pengolahan limbah udang secara fermentasi.
Tabel 1. Nilai protein kasar tepung limbah udang

Perlakuan

Ulangan (%)

Total
Rataan


1
2
3
4



A0
44.76
43.80
43.33
44.28
176.17
44.04

A1
54.81
54.52
54.60
54.51
218.44
54.61

A2
58.01
58.46
58.55
58.45
233.47
58.37

A3
56.23
56.32
56.14
56.17
225.46
56.37

Pengaruh Perlakuan Asam Asetat Terhadap Kandungan Kalsium Tepung Limbah Udang
Penggunaan asam asetat pada pengolahan tepung limbah udang memberikan pengaruh nyata terhadap kandungan kalsium (P<0,05). Hasil Uji Beda Nyata Jujur menunjukkan kandungan kalsium pada perlakuan A1 dan A2 tidak berbeda nyata (P>0.05).Begitu pula dengan kandungan kalsium pada perlakukan A2 dan A3yang tidak berbeda nyata (P>0.05).Kandungan kalsium A1 berbedanya nyata (P<0.05) dibandingkan dengan nilai kalsium pada A2 dan A3.Nilai rataan terendah ditunjukkan pada perlakuan A3 dimana nilai rataan kalsium dari tepung limbah udang sebesar 2,36%. Penurunan kalsium yang signifikan terjadi pada perlakuan A3, sedangkan perlakuan A2 dan A3 tidak berbeda nyata (P>0.05).
Konsentrasi yang meningkat dari asam organik dapat merombak dan melarutkan ikatan mineral. Perombakan dan kelarutan ikatan mineral disebabkan oleh ion H, oleh karena itu semua proses yang menyebabkan perubahan konsentrasi ion H, dapat menyebabkan perubahan kecepatan pelarutan mineral. Peningkatan konsentrasi ion H dimungkinkan oleh makin meningkatnya konsentrasi asam atau pun keadaan yang menyebabkan makin kuatnya disosiasi asam menghasilkan ion H (Ismangil dan Hanudin, 2005).
Tabel 2. Nilai kalsium tepung limbah udang



Perlakuan

Ulangan (%)

Total
Rataan

1
2
3
4


A0
4.95
4.11
4.04
4.94
18.04
4.51
A1
3.54
3.17
3.91
3.67
14.29
3.57
A2
3.20
2.22
2.85
3.65
11.92
2.98
A3
2.51
1.88
2.96
2.07
9.43
2.36

Pengaruh Perlakuan Asam Asetat Terhadap Kandungan Fosfor Tepung Limbah Udang
Dari uji Beda Nyata Jujur (BNJ) menunjukkan perlakuan A0 berbeda nyata (P<0.05) dengan perlakukan A2, dan A3, sedangkan perlakuan A0 tidak berbeda nyata(P>0.05) dengan perlakuan A1Perlakukan A1 tidak berbeda nyata (P>0.05) dengan A2, dan perlakuan A3.
Semakin tinggi konsentrasi asam asetat, maka semakin besar fosfor yang terdegradasi dalam limbah udang ini sejalan dengan pendapat Bastaman (1989), yang menyatakan bahwa komponen mineral dapat dilarutkan dengan menggunakan asam dan menurut Ismangil dan Hanudin (2005), perubahan konsentrasi dapat menyebabkan perubahan kecepatan pelarutan mineral termasuk fosfor.




Tabel 3. Nilai fosfor tepung limbah udang



Perlakuan

Ulangan (%)

Total
Rataan

1
2
3
4


A0
1.51
1.76
1.67
1.51
6.45
1.61
A1
1.03
1.07
1.19
1.27
4.56
1.14
A2
0.97
0.88
0.97
0.90
3.72
0.93
A3
0.85
0.64
0.53
0.52
2.54
0.63

C.  POTENSI PEMANFAATAN LIMBAH UDANG DALAM MENINGKATKAN PERTUMBUHAN TANAMAN CABAI
Percobaan Tahap I (Mengolah Limbah Udang menjadi Bahan Pupuk Cair)
Bahan dan Alat
Bahan dan alat dapat dilihat sebagai berikut: limbah udang, Effective Microorganism 4 (EM4), gula pasir dan aquades; sedangkan alat yang digunakan dalam percobaan ini terdiri dari : blender, jerigen ukuran 10 liter, gelas piala, timbangan, TDS meter dan pH meter.
Rancangan percobaan
Rancangan yang digunakan dalam percobaan ini adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL)  1  faktor  (bobot  limbah udang), yakni : U1 = ½ kg, U2 = 1 kg dan U3 = 1 ½  kg.  Masing-masing diulang  3  kali,  sehingga  secara   keseluruhan  ada  9 satuan percobaan
Pelaksanaan
Pelaksanaan diawali dengan penghancuran cangkang udang menggunakan blender dan hasilnya dimasukkan kedalam jerigen berukuran 10 liter. Bobot limbah udang yang diperlukan dari masing-masing perlakuan adalah : U1 = ½ kg, U2 = 1 kg dan U3 = 1 ½  kg.  Pada jerigen yang telah berisi bahan hancuran limbah  udang  ditambahkan  ½ liter  EM4, ¼  kg gula pasir dan 10 liter aquades.  Setelah itu jerigen ditutup rapat dan didiamkan selama 6 minggu.  Setiap minggu jerigen dikocok dan diambil sampelnya untuk dilakukan pengukuran terhadap nilai TDS dan pH.  Perubahan nilai TDS dan pH selama proses pemeraman menunjukkan pada bahan yang diperam telah terjadi proses dekomposisi yang merubah bahan organik menjadi hara makro N, P, K, Ca, Mg, S, atau hara mikro Cu, Zn, Mn, Fe yang dibutuhkan tanaman. Tepat pada minggu ke 6, masing-masing jerigen dikocok dan diambil  sampelnya (± 1 liter) untuk dilakukan pengukuran selain terhadap nilai TDS dan pH juga terhadap kadar hara makro N, P, K, Ca, Mg, S maupun hara mikro Cu, Zn, Mn, Fe.  
Analisis data
Parameter yang dianalisis pada bahan pupuk cair yang dihasilkan dari percobaan tahap I dan metode analisisnya.
Tabel 1. Metode analisis untuk mengukur parameter pada percobaan tahap I

No.
Parameter
Metoda Analisis
No.
Parameter
Metoda Analisis






1.
N (ppm)
Spektrofotometrik
6.
S (ppm)
Spektrofotometrik






2.
P (ppm)
Spektrofotometrik
7.
Cu (ppm)
AAS






3.
K (ppm)
Flamephotometer
8.
Zn (ppm)
AAS






4.
Ca (ppm)
AAS
9.
Mn (ppm)
AAS






5.
Mg (ppm)
AAS
10.
Fe (ppm)
AAS







Percobaan Tahap II (Pengaplikasian Pupuk Organik Cair dari Limbah Udang pada Pertanaman Cabai)
Bahan dan Alat
Bahan yang digunakan dalam percobaan ini, terdiri dari : media tanam, biji cabai merah (Capsicum annum),  bahan  pupuk cair dari limbah udang yang dihasilkan pada percobaan tahap I dan Dithane M45 untuk mencegah hama dan penyakit tanaman; sedangkan alat yang digunakan dalam percobaan ini, terdiri dari : polibag yang dapat diisi oleh 3 kg media tanam, penggaris, timbangan dan tali rafia.

Rancangan Percobaan
Rancangan yang digunakan dalam percobaan ini  adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL) 2 faktor
Tabel 2. Perlakuan yang di uji cobakan dalam penelitian tahap II


Faktor 1
Faktor 2

Penggunaan Pupuk Cair dari Limbah Udang
Cara Pemberian


Uo = tanpa pupuk cair

U1
= pemberian berasal dari ½ kg limbah udang
D = melalui daun
U2
= pemberian berasal dari 1 kg limbah udang
A = melalui akar
U3
= pemberian berasal dari 1½ kg limbah udang





Pelaksanaan Percobaan
          Pertanaman cabai diawali dengan menyemaikan benih cabai merah pada media persemaian. Setelah benih tersebut tumbuh dan menjadi tanaman yang telah berumur 1 bulan, tanaman tersebut dipindahkan ke dalam polibag yang berisi 3 kg tanah.  Pengaplikasian pupuk cair sebagai pupuk daun atau pupuk akar dimulai 1 minggu setelah tanaman dipindahkan ke  polibag.  Pengaplikasian  sebagai  pupuk  daun  diberikan  dengan  dosis 6 ml/liter yang diberikan dengan  cara  disemprotkan ke daun (20 semprot/tanaman atau ± 3 ml/tanaman dari setiap pemberian), sedangkan pemberian ke akar dilakukan bersamaan dengan penyiraman juga dengan dosis 6 ml/liter sebanyak 3 ml per tanamannya. Pemupukan dilakukan setiap minggu. Pemeliharaan tanaman dilakukan apabila diperlukan dengan menggunakan obat pembasmi hama dan penyakit tanaman (Dithane M45). Pada akhir pertanaman dilakukan pengamatan terhadap tinggi, bobot brangkasan tanaman, jumlah buah dan bobot buah cabai.  
Analisis data
          Parameter yang diamati pada tahap percobaan ini, terdiri dari :  tinggi tanaman, bobot brangkasan tanaman, jumlah buah dan bobot buah.  Data ini diolah dengan analisis statistik RAL 2 faktor dengan uji lanjut Beda Nyata Jujur (BNJ)).   Untuk mengetahui nilai ekonomi atau kelayakan usaha dari pemrosesan limbah udang menjadi pupuk cair serta pemanfaatannya pada pertanaman cabai, maka dilakukan analisis R/C ratio. Pada perlakuan pemberian pupuk akar, biaya untuk pemberian pupuk tidak diperhitungkan karena pemupukan lewat akar diberikan bersamaan dengan penyiraman.  
Perubahan Nilai TDS dan pH selama Proses Pemeraman Limbah Udang
          Hasil penelitian menunjukkan terjadi perubahan nilai TDS selama proses pemeraman.  Nilai TDS berubah sebagai akibat terjadi proses dekomposisi bahan organik oleh mikroorganisme yang menghasilkan zat-zat yang lebih sederhana yang dibutuhkan tanaman.
          Nilai TDS dari perlakuan U3 (1 ½ kg limbah udang) lebih tinggi dibanding nilai TDS dari perlakuan U2 (1 kg limbah udang) dan U1 (½  kg limbah udang). Hal ini mengindikasikan bahwa jumlah padatan terlarut yang dihasilkan akibat penggunaan 1 ½ kg limbah udang lebih tinggi dibanding jumlah padatan terlarut yang dihasilkan dari  penggunaan 1 kg atau ½ kg limbah udang.  Nilai TDS pada bahan limbah udang berasal dari Ca yang dihasilkan dari proses dekomposisi bahan limbah udang.  Hal ini ditunjukkan oleh hasil analisis yang menunjukkan bahwa perlakuan U3 mengandung kadar Ca lebih tinggi dibanding kadar Ca yang terdapat pada pupuk cair dari limbah udang yang diberi perlakuan U2 dan U1, baik pada pengukuran ke 1 hingga pengukuran ke 6 (Gambar 2).  Menurut Manjang (1993), Ca berasal dari CaCO3 yang ada pada limbah udang. Ibrahim dan Basri (2009) mengemukakan bahwa keberadaan Ca dapat mempengaruhi nilai TDS pada larutan.
          Oleh karena pada perlakuan U3, jumlah limbah udang yang digunakan lebih banyak dibanding pada perlakuan U2 dan U1, maka pada hasil dekomposisinya juga menghasilkan Ca lebih banyak.  Akibatnya nilai TDS dari perlakuan U3 menjadi lebih tinggi dibanding U2 dan U1. Nilai TDS dari pupuk organik cair berbahan dasar limbah udang berkisar antara 2953 ppm  hingga 11627 ppm. 
Fluktuasi pH pada Pupuk Cair dari Limbah Udang Selama Proses Pemeraman
          Selama proses pemeraman terjadi perubahan pH. Nilai pH bervariasi antar masingmasing perlakuan dan masing-masing waktu pengamatan. Namun demikian, ada suatu kecenderungan dengan semakin tinggi dosis (bobot) limbah udang yang digunakan menyebabkan pH menjadi semakin tinggi.  pH dari bahan limbah udang berkisar antara 4,67 hingga 7,07
          Selama proses pemeraman bahan limbah udang, pH tertinggi selalu terdapat pada perlakuan  U3 (1 ½ kg),  diikuti oleh pH dari perlakuan U2 (1 kg) dan U1 (½ kg) (Gambar 3).  pH yang lebih tinggi dari perlakuan U3 dapat disebabkan oleh jumlah Ca yang dihasilkan oleh 1 ½ kg limbah udang selama proses dekomposisi (pemeraman) selalu lebih tinggi dibanding jumlah Ca yang dapat dihasilkan dari penggunaan 1 kg maupun ½ kg limbah udang.
Kadar Hara Makro pada Pupuk Cair dari Limbah Udang
          Pemeraman bahan organik dari limbah udang akan menghasilkan bahan-bahan yang lebih sederhana yang dibutuhkan tanaman untuk mendukung pertumbuhannya.  Salah satunya adalah hara makro Ca.  Namun demikian, beberapa hara makro lainnya seperti N, P, K, Mg dan S juga dihasilkan dari proses pemeraman limbah udang, meskipun dalam jumlah yang lebih sedikit dibanding Ca. Kadar hara makro N, P, K, Ca, Mg dan S yang dihasilkan dari hasil pemeraman limbah udang.
No.
Perlakuan

Kadar Hara Makro (ppm)












N
P
K
Ca

Mg
S










1.
U1
(½ kg)
634,3a
306,3a
124,7a
2478,0a

198,7a
26,0a










2.
U2
(1 kg)
1474,7b
537,0b
207,3b
4659,1b

346,3b
48,3b










3.
U3
(1 ½ kg)
2359,3c
721,7c
312,3c
7232,3c

562,7c
69,7c










Tabel 3.           Kadar hara makro pada bahan pupuk cair dari limbah udang




No.
Perlakuan

Kadar Hara Mikro (ppm)





Cu
Zn
Mn
Fe










1.
U1
(½ kg)
0,73a
0,37a
0,13a
80,3a







2.
U2
(1 kg)
1,27ab
0,53ab
0,23b
137,7b








3.
U3
(1 ½ kg)
1,93b
0,80b
0,47c
229,7c







Tabel 4. Kadar hara mikro pada bahan pupuk cair dari limbah udang
          Menunjukkan  kadar hara makro  N, P, K, Ca, Mg, S  dari perlakuan U3 (1 ½ kg limbah udang) nyata lebih tinggi dibanding kadar hara makro tersebut yang terdapat  pada  perlakuan U2 (1 kg limbah udang)  dan U1 (½ kg limbah udang). Hal ini disebabkan jumlah bahan yang terdekomposisi akibat penggunaan 1 ½ kg limbah udang akan menjadi lebih banyak dibanding perlakuan U2 (1 kg limbah udang) dan U1 (½ kg limbah udang), sehingga hara makro yang dihasilkan dari proses dekomposisinya juga akan semakin banyak. Urutan kadar hara makro yang paling dominan yang terdapat pada pupuk organik cair dari bahan limbah udang adalah Ca > N > P > Mg > K > S.
Pengaruh Pemberian Pupuk Cair dari Limbah Udang terhadap Pertumbuhan dan  Produksi Tanaman
          Pemberian pupuk organik cair yang berasal dari perlakuan U3 (1½ kg limbah udang) menyebabkan tinggi, bobot brangkasan tanaman, jumlah buah dan bobot buah lebih tinggi dibanding pemberian  pupuk organik cair  yang  berasal  dari  perlakuan U2 (1 kg limbah udang) dan U1 (½ kg limbah udang).
Gambar 4. Tinggi tanaman cabai (16 minggu setelah tanam)

          Perlakuan U3 lebih efektif dalam meningkatkan pertumbuhan dan produksi tanaman disebabkan pada pupuk organik cair dari perlakuan U3 mengandung kadar hara makro N, P, K, Ca, Mg dan S maupun hara mikro Cu, Zn, Mn dan Fe lebih tinggi dibanding pada pupuk organik cair yang dihasilkan melalui perlakuan U2 dan U1 (Tabel 3 dan Tabel 4). Rosmarkam dan Yuwono (2002) mengemukakan bahwa unsur N dibutuhkan tanaman dalam penyusunan protein dan meningkatkan kadar selulosa, unsur P dibutuhkan tanaman untuk menyusun jaringan tanaman, pembentukkan bunga dan organ untuk reproduksi, sedangkan unsur K dibutuhkan tanaman untuk pengembangan sel dan mengatur tekanan osmosis. Menurut Lingga dan Marsono (2005).
Hasil Analisis Ekonomi Penggunaan Pupuk Cair dari Limbah Udang pada Pertanaman Cabai
          Dengan makin tinggi produktivitas tanaman diharapkan akan memberikan keuntungan secara finansial. Namun hal tersebut, juga tergantung pada pendapatan yang diperoleh dan biaya produksi yang harus dikeluarkan. Besarnya keuntungan yang didapatkan dapat ditunjukkan oleh nilai R/C ratio dengan membandingkan antara total penghasilan dengan jumlah biaya yang dikeluarkan.
          Terlihat bahwa R/C ratio tertinggi (1,89) terdapat pada perlakuan pemberian pupuk cair dari 1 ½ kg limbah udang melalui daun. Hal ini disebabkan produksi dari tanaman yang diberi perlakuan ini mencapai nilai tertinggi sehingga pendapatan yang diperoleh juga menjadi yang tertinggi. Sementara biaya operasional akibat pengaplikasian dari penggunaan ½ kg, 1 kg atau 1 ½ kg limbah udang tidak begitu terlalu jauh bedanya.
D.  PENGGUNAAN KEPALA UDANG SEBAGAI SUMBER PIGMEN DAN  KITIN DALAM PAKAN TERNAK
Metode
         Penelitian ini menggunakan 28 ekor itik alabio betina dewasa yang terbagi ke dalam 4 perlakuan, 7 ulangan dan masing-masing ulangan terdiri dari 1 ekor itik. Itik ditempatkan pada kandang baterai (individual cage) secara acak. Setiap kandang dilengkapi tempat pakan dan tempat air minum yang terbuat dari paralon. Air minum diberikan adlibitum. Ransum perlakuan yang digunakan adalah tepung kepala udang yang dicampurkan ke dalam ransum basal yaitu RO (ransum basal 100% sebagai kontrol), R1 (kepala udang 3%), R2 (kepala udang 6%) dan R3 (kepala udang 9%). Peubah yang diamati adalah konsumsi ransum, produktivitas telur, efisiensi penggunaan ransum, indeks warna kuning telur dan analisis mikrobiologi pakan. Data yang terkumpul dianalisis dengan analisis ragam (Steel and Torrie, 1991) dan untuk produksi telur, indeks warna kuning telur dan jumlah total mikrob ditampilkan secara deskriptif.
Konsumsi Ransum, Produktivitas Telur dan Keefisienan Penggunaan Ransum
Konsumsi Ransum
         Rataan konsumsi ransum selama penelitian disajkan pada Gambar 1. Analisis ragam menunjukkan bahwa konsumsi ransum perlakuan tidak menunjukkan perbedaan yang nyata (P>0,05). Hal ini diduga bahwa pemberian kepala udang dalam pakan belum menghasilkan perubahan nilai gizi yang mencolok sehingga kualitas dan kuantitas dari ransum tidak banyak berubah. Nasional Research Council (1994) mengemukakan bahwa ada beberapa faktor yang mempengaruhi konsumsi ransum yaitu bobot badan, jenis kelamin, suhu lingkungan, kualitas dan kuantitas ransum.  


Produksi Telur
Produksi telur itik disajikan pada Gambar 2.  Produksi telur itik tertinggi sebesar 50%. Produksi ini lebih tinggi dibandingkan dengan produksi telur itik alabio yang dipelihara dengan sistim kandang yang sama yaitu 41,42% (Purba et al. 2001). Perbedaan ini dapat disebabkan oleh umur pertama bertelur. Hardjosworo (2001) mengemuka- kan bahwa produksi telur (duck-day) dari sekelompok itik yang tinggi dapat terjadi bila itikitik berasal dari bibit unggul, mulai bertelur pada waktu hampir bersamaan dan manajemen pemeliharaan yang baik.  
Indeks Warna Kuning Telur
         Pigmen pemberi warna kuning telur yang ada dalam ransum secara fisiologi akan diserap oleh organ pencernaan usus halus dan diedarkan ke organ target yang membutuhkan. Weng et al. (2000) membuktikan dalam penelitiannya bahwa β-caroten dalam darah yang sampai ke organ dan uterine endometrium akan mempengaruhi fungsi organ tersebut. Peningkatan warna kuning terhadap kuning telur disebabkan oleh adanya pigmen karotenoid yang dikandung kepala udang. Pigmen karotenoid akan merefleksikan warna kuning, orange atau merah (Anonim, 2005). Pengaruh perlakuan juga dipertegas oleh penampakan warna kuning telur asin rebus
         Senyawa organik pemberi warna pada kuning telur (pigmen karotenoid) terdiri dari atom-atom dan ikatan-ikatan yang kaya elektron. Atom dan elektron tersebut bisa berinteraksi dan dipengaruhi oleh ion Na+ dan ion Cl-, sehingga interaksi mereka dapat menyebabkan perubahan intensitas penyebab warna kuning telur. Sumber pigmen asal xantofil dan karotenoid merupakan pigmen yang larut dalam lemak yang banyak ditemukan dalam karkas, telur dan produk-produk telur (Castan et al. 2005).
Efisiensi Penggunaan Ransum
         Rataan efisiensi ransum per perlakuan selama penelitian disajikan pada Gambar 5. Berpatokan kepada produksi telur yang dihasilkan oleh masing-masing itik yang beragam dan konsumsi ransum selama 2 minggu, maka efisiensi ransum untuk masing-masing itik juga berbeda. Namun analisis ragam belum menunjukkan adanya pengaruh yang nyata perlakuan terhadap efisiensi ransum (P>0,05) dimana rataan masing-maing perlakuan hampir sama dengan perlakuan R0. Rataan efisiensi ransum penelitian adalah 50,49 – 55,1%. Gambar 5 memperlihatkan pemberian kepala udang 9% dalam ransum menunjukkan efisiensi yang paling baik.
KESIMPULAN
            Persentase protein kasar tepung limbah udang yang diolah dengan asam asetat 10% merupakan perlakuan terbaik dengan kandungan protein kasar 58,37%, kalsium 2,98%, dan fosfor 0,98%.
          Pupuk cair yang berasal dari 1 ½ kg limbah udang mengandung kadar hara N 2359 ppm, P 721 ppm, K 312 ppm, Ca 7232 ppm, Mg 562 ppm, S 62 ppm, Cu  1,9 ppm,  Zn  0,8 ppm,  Mn  0,4 ppm  dan  Fe 229 ppm.Tinggi,  bobot  brangkasan,  jumlah  buah  dan  bobot  buah  tertinggi  terdapat  pada tanaman cabai yang diberi pupuk organik cair yang berasal dari 1 ½ kg limbah udang yang diberikan melalui daun.R/C ratio tertinggi terdapat pada pertanaman cabai yang diberi pupuk cair dari 1 ½ kg limbah udang yang diberikan melalui daun.
          Terlihat penurunan jumlah bakteri pada perlakuan R2 (1,5 x 106) dan R3 (2,2 x 106) pada pengamatan hari ke-16 (hampir menyamai jumlah bakteri pada pengamatan hari pertama) yaitu 1,7 x 106 dan 8,5 x 105 







DAFTAR PUSTAKA.
Permana J.A, Liviawaty E, Iskandar.2012. Fortifikasi Tepung Cangkang Udang SEBAGAI Sumber kalsium terhadap tingkat kesukaan cone es krim. Jurnal Perikanan dan Kelautan. Vol. 3, No. 4(29-39)
Sahara E. 2011. PENGGUNAAN KEPALA UDANG SEBAGAI SUMBER PIGMEN DAN KITIN DALAM PAKAN TERNAK (Utilizing of shrimp head as source of pigment and chitin on animal feed). AGRI NAK. Vol.01 No .1(31 – 35)
Wowor R.Y.A, Bagau B, Untu I, Liwe H. 2015. KANDUNGAN PROTEIN KASAR, KALSIUM, DAN FOSFOR TEPUNG LIMBAH UDANG SEBAGAI BAHAN PAKAN YANG DIOLAH DENGAN ASAM ASETAT (CH3COOH). Jurnal Zootek (“Zootrek” Journal ). Vol. 35 No. 1 : 1-9

No comments: