APLIKASI PRODUK DARI LIMBAH HASIL PENGOLAHAN KITIN DAN KITOSAN DARI
CANGKANG UDANG
Sepriyan niccy*,Ali jaja**, Riska chintami aulia***
Prodi Teknologi Hasil Perikanan, Fakultas Ilmu Kelautan dan Perikanan
Jl. Politeknik Sengarang, Kota Tanjungpinang 29115
ABSTRAK
Indonesia tercatat sebagai Negara penghasil udang
terbesar ketiga di dunia . udang menjadi nilai ekonomis jika diolah menjadi
kitin dan kitosan. Kulit udang atau kepiting merupakan bahan baku penghasil
kitin dan kitosan. Setiap tahunnya dihasilkan sekitar 0,08 juta ton dari luas
tambak udang 380.000 hektar. Adapun limbah udang yang dihasilkan dari proses
pengolahan udang berkisar 30-40 % dari berat udang (Purwanti dkk, 2001). Limbah
udang mengandung protein kasar sekitar 25-40 %, kalsium karbonat 45-50% dan
kitin 15-20%. Protein yang terkandung
dalam kulit udang berikatan erat dengan khitin dan kalsium karbonat (dalam
ikatan protein-khitin-kalsium karbonat).limbah udang memiliki kandungan protein
dan mineral yang dapat dijadikan sebagai alternatif pakan ternak , memiliki
kandungan CaCO3 yang dapat dijadikan bahan pupuk cair, memiliki kandungan
pigmen yang dapat dimanfaatkan sebagai penguning warna kuning telur, serta
memiliki kandungan kalsium yang dapat dimanfaatkan sebagai tambahan dalam
pembuatan cone es krim.
Kata kunci: kalsium, kitin -kitosan , limbah udang , protein.
ABSTRACT
Indonesia is listed as the third largest shrimp producing country in the
world. shrimp become economic value if processed into chitin and chitosan.
Shrimp or crab skin is a raw material of chitin and chitosan. Each year it
generates about 0.08 million tons of shrimp ponds of 380,000 hectares. The
shrimp waste generated from shrimp processing ranges from 30-40% of shrimp
weight (Purwanti et al, 2001). Shrimp waste contains crude protein about
25-40%, 45-50% calcium carbonate and chitin 15-20%. Proteins contained in
shrimp skin are closely related to khitin and calcium carbonate (in protein-khitin-calcium
carbonate bonds). Shrimp waste contains protein and minerals that can be used
as an alternative to animal feed, has a content of CaCO3 which can be used as a
liquid fertilizer, has pigment content that can be utilized as yellow color
yellowing, and has a calcium content that can be utilized in addition to making
ice cream cones.
Keywords: calcium,
chitin-waste, shrimp waste, protein.
1.
PENDAHULUAN
Udang merupakan komoditas andalan dan bernilai
ekonomis sebagai salah satu hasil perikanan utama Indonesia. Sekitar 80-90%
ekspor udang dilakukan dalam bentuk udang beku tanpa kepala dan 75% dari berat
total udang merupakan bagian kulit dan kepala. Kulit udang atau kepiting
merupakan bahan baku penghasil kitin dan kitosan. Indonesia tercatat sebagai Negara
penghasil udang terbesar ketiga di dunia. Setiap tahunnya dihasilkan sekitar
0,08 juta ton dari luas tambak udang 380.000 hektar. Adapun limbah udang yang
dihasilkan dari proses pengolahan udang berkisar 30-40 persen dari berat udang
(Purwanti dkk, 2001).
Udang tidak saja bisa dikonsumsi oleh manusia, namun
udang juga bisa dikonsumsi oleh hewan dengan memanfaatkan kandungan protein
kasar, kalsium dan fosfor dari limbah cangkang udang yang dijadikan tepung
sebagai pakan hewan ternak. Kebutuhan ternak akan protein menjadi salah satu
hal yang krusial bagi peternak dewasa ini. Penggunaan sumber protein yang mahal
menjadi salah satu kendala yang berdampak pada tingginya biaya produksi.
Limbah udang mengandung protein kasar sekitar 25-40
persen, kalsium karbonat 45-50 persen dan kitin 15-20 persen.Selain sebagai
sumber yang telah disebutkan, limbah udang sendiri mengandung karotinoid berupa
astaxantin yang merupakan pro vitamin A untuk pembentukan warna kulit.Gambaran
kandungan protein dan mineral yang cukup tinggi dari limbah udang, dapat
dijadikan sebagai pakan alternatif untuk ternak (Muzzarelli dan Joles, 2000).
Limbah udang memiliki prospek untuk dijadikan bahan
pupuk cair karena berdasarkan hasil penelitian Manjang (1993) pada bahan ini
mengandung CaCO3. Menurut Harjowigeno
(2010), kalsium (Ca) merupakan salah satu hara makro bagi tanaman. Melalui penggunaan limbah udang sebagai pupuk
cair, di samping untuk mengatasi permasalahan kelangkaan pupuk, juga dapat
mengatasi permasalahan (bau, kotor, gangguan kesehatan, dan lainnya) yang
mungkin dapat ditimbulkan akibat keberadaan limbah tersebut di lingkungan. Oleh karena itu, tujuan
dari penelitian adalah : 1) Mengkaji
kadar hara makro
(N, P, K, Ca, Mg, S) dan hara mikro (Cu, Zn, Mn dan Fe) pada bahan pupuk
cair yang berasal dari limbah udang, 2) Mengkaji pengaruh
pemberian pupuk cair
berbahan dasar limbah udang melalui daun maupun akar dalam
meningkatkan pertumbuhan dan produksi tanaman cabai, dan 3) Menganalisis R/C ratio dari penggunaan pupuk cair berbahan
dasar limbah udang pada pertanaman cabai.
Limbah udang berupa kepala atau potongan kepala dan
ekor bisa dimanfaatkan untuk ternak unggas. Selain mengandung pigmen yang
bermanfaat sebagai penguning warna kuning telur juga berguna untuk pembunuh
bakteri karena pada cangkang udang terdapat kitin dan kitosan yang memiliki
gugus amina yang dapat melisis dinding sel mikrob-mikrob pembusuk. Rata-rata
kandungan kitin pada cangkang kering arthropoda adalah 20-25% (Kusumaningsih et
al. 2003). Savant et al. 2000) melaporkan bahwa kitin dan kitosan ini potensial
untuk diaplikasikan dalam pengolahan limbah, obat-obatan, pengolahan makanan
dan bioteknologi. Berbagai manfaat yang ditemukan dari limbah udang juga
diperkuat oleh O-Fish (2009) yang menyatakan bahwa astaxanthin merupakan suatu
pigmen merah yang terdapat secara alamiah pada berbagai jenis makhluk hidup.
Kalsium merupakan salah satu makromineral, yaitu
mineral yang dibutuhkan oleh tubuh lebih dari 100 mg/hari(Almatsier, 2005).
Konsumsi kalsium di Indonesia masih rendah, yaitu 254 mg/hari(Depkes RI, 2004).
Kebutuhan kalsium bagi masyarakat Indonesia yang direkomendasikan berdasarkan
golongan umur, yaitumasa kanak-kanak dibawah sepuluh tahun adalah 500 mg/hari,
remaja 1000 mg/hari dan wanita hamil memerlukan 1150 mg/hari, sedangkan untuk
orang dewasa baik laki-laki maupun perempuan memerlukan 800 mg/hari(Widyakarya
Pangan dan Gizi, 2008).
Cone es krim merupakan salah satu bahan pangan yang
dapat ditambahkan kalsium. Menurut Rochman et al. (2010). Es krim
merupakan makanan yang digemari semua masyarakat, dari anak-anak hingga orang
dewasa. Pada tahun 2003, produksi es
krim dunia mencapai lebih dari satu miliar liter dan dikonsumsi oleh miliaran
konsumen pertahun. Es krim merupakan hidangan beku yang memiliki tekstur semi
padat. Saat ini banyak macamnya es krim yang disajikan salah satunya dengan
crorong(cone) es.
Untuk mengetahui proses pembuatan macam-macam olahan
dari limbah udang perlulah kita ulas dan bahas selengkapnya dengan mencari sumber
informasi dari berbagai sumber, sehingga bertambah wawasan dan ilmu pengetahuan
serta keahlian dalam pengolahan imbah samping dari udang yang dapat kita
manfaatkan untuk dijadikan berbagai olahan.
2.
METODE
Metode yang dilakukan yaitu pengumpulan data dari berbagai sumber.
Sebagian besar sember berasal dari jurnal dan beberapa sumber berasal dari
buku. Sumber pertama yang jadi rujukan adalah tentang kandungan protein kasar,
, kalsium dan fosfor dari tepung cangkang udang sebagai bahan pakan yang diolah dengan asam asetat
(CH3COOH)( Andre R.Y. Wowor, B. Bagau, I. Untu dan H. Liwe. 2015). Dilanjutkan dengan pengambilan
data dari sumber jurnal tentang Potensi pemanfaatan limbah udang dalam
meningkatkan pertumbuhan tanaman cabai(Nurhasanah, Hedi heryadi), kemudian
dilanjutkan dengan pengumpulan data dari Penggunaan kepala udang sebagai pigmen
dan kitin dalam pakan ternak(Elisahara. 2011). Setelah itu didapatkan dari
sumber Fortifikasi tepungcangkang udang sebagai sumber kalsium terhadap tingkat
kesukaan cone es krim(J. P. Azhari, Evi liviawaty dan Iskandar. 2012).
3.
HASIL DAN PEMBAHASAN
A.
FORTIFIKASI TEPUNG
CANGKANG UDANG SEBAGAI SUMBER KALSIUM TERHADAP TINGKAT KESUKAAN ES KRIM CONE
Penelitian
ini dilakukan dengan metode eksperimen yaitu dengan pembuatan cone es
krimdengan berbagai perlakuan penambahan tepung cangkang udang . metode yang
digunakan yaitu statistic non parametric Friedman dengan 5 perakuan
dan 15 panelis semi terlatih sebagai ulangan untuk mengetahui tingkat
penerimaan cone es krim. Lima perlakuan fortifikasi tepung cangkang udang
berdasarkan jumlah tepung tapioka yang digunakan, yaitu:
1.
Perlakuan
A : tanpa penambahan tepung cangkang udang
2.
Perlakuan
B : penambahan 2,5% tepung cangkang udang
3.
Perlakuan
C : penambahan 5% tepung cangkang udang
4.
Perlakuan
D : penambahan 7,5% tepung cangkang udang
5.
Perlakuan
E : penambahan 10% tepung cangkang udang
Prosedur
penelitian
Ø Prosedur pembuatan tepung
cangkang udang
Pada
tahap ini adalah membuat tepung cangkang udang dari bahan baku cangkang udang.
1.
Tahapnya
adalah sebagai berikut:
Penimbangan cangkang udang
untuk mengetahui berat awalnya. Cangkang udang dicuci bersih dibawah air
mengalir untuk menghilangkan kotoran-kotoran. Kemudian diperkecil ukurannya
dengan gunting sampai menjadi ukuran 0,5-1 cm.
Cangkang udang kemudian
direbus dalam air mendidih (100%) selama 12 jam. Empat jam pertama dilakukan
pergantian air dilakukan selama 30 menit sekali selama delapan kali.
Depalanjaam berikutnya dilakukan pergantian air selama 1 jam sekali sebanyak 8
kali. Kemudian cangkang udang yang telah direbus diangkat dan ditiriskan
sebelum kemudian
dikeringkan.
Ø Pembuatan cone es
krim dengan menambaahkan tepung cangkang udang, tahapannya adalah sebagai
berikut:
-
Tepung
cangkang udang yang telah dibuat kemudian dicampurkan kedalam adonan yang
terdiri dari tepung terigu, tepung tapioka, soda kue dan air.
-
Tepung
cangkang udang ditambahkan 0%, 2,5%, 5%, 7,5% dan 10%.
-
Setelah terbentuk adonan, alat pencetak cone
dicelupkan kedalam adonan kemudian ditekan.
-
Adonan dipanggang dengan suhu 98derajat celcius sampai
diperoleh cone es krim selama kurang lebih 10 detik.
-
Selanjutnya
dilakukan pengujian ketahanan cone terhadap es krim, derajat pengembangan, uji
hedonic dan kadar kalsium.pengujian iini dilakukan untuk menghasilkan cone yang terbaik yang
ditentukan dengan metode Bayes.
- Tabel 1. Formulasi Cone Es Krim per 250 gram Tepung Tapioka dengan berbagai perlakuan
Bahan
|
Perlakuan
|
||||
A (0%)
|
B (2,5%)
|
C (5%)
|
D (7,5%)
|
E (10%)
|
|
Tepung Tapioka (g)
|
250
|
250
|
250
|
250
|
250
|
Tepung Cangkang Udang (g)
|
0
|
6,25
|
12,5
|
18,75
|
25
|
Tepung Terigu (g)
|
25
|
25
|
25
|
25
|
25
|
Soda kue (g)
|
2,5
|
2,5
|
2,5
|
2,5
|
2,5
|
Air (ml)
|
500
|
500
|
500
|
500
|
500
|
-
Rendemen
tepung cangkang udang
Rendemen tepung cangkang udang adalah sebesar 26,4%. Berat cangkang
udang 1300 gr dan tepung cangkang udang yang dihasilkan sebesar 340 gr.
Berdasarkan perhitungan, rendemen cangkang udang yaitu sebesar 36,15%.
Berdasarkan hasil rendemen tepung
cangkang udang tersebut, bahwa hasil
yang didapatkan tidak berbeda jauh
dengan penelitian sebelumnya, hal ini disebabkan karena prosedur dan alat
pembuatan tepung cangkang udang yang digunakan sama.
Tabel
2. Data Pengujian Derajat Pengembangan Cone Berdasarkan Perlakuan Penambahan
Tepung Cangkang Udang
Perlakuan Penambahan
Tepung Cangkan Udang
(%)
|
Ulangan 1 (%)
|
Ulangan 2 (%)
|
Derajat Pengembangan
(%)
|
0
|
8,82
|
8,52
|
8,67
|
2,5
|
10,29
|
9,70
|
9,99
|
5
|
11,76
|
12,05
|
11,91
|
7,5
|
13,24
|
12,65
|
12,95
|
10
|
14,70
|
14,41
|
14,56
|
Ketahanan cone terhadap es krim
Ketahanan cone adalah seberapa lama cone dapat menahan es krim sampa
lembek, bocor, dan akhirnya tidak mampi menopang es.semakin lama waktu yang
dibutuhkan sampai cone lembek berarti cone tersebut semakin bagus(Apriliana,
2010).
Table 3. hasil pengujian ketahanan cone terhadap eskrim berdasarkan
perlakuan penambahan tepung cangkang udang.
Perlakuan Penambahan Tepung Cangkang
Udang (%)
|
Waktu
Ketahanan Cone
(menit)
|
Waktu Ketahanan Cone
Komersil
(menit)
|
0
|
16
|
|
2,5
|
23
|
|
5
|
27
|
19
|
7,5
|
20
|
|
10
|
20
|
|
Cone dengan penambahan tepung cangkang udang dapat menopang es krim
lebih lama dibandingkan dengan cone komersil, hal ini disebabkan.
Menurut(Wulandari, 2011), semakin tinggi penambahan tepung cangkang udang
hingga 5%, maka semakin keras teksturnya.daya ikat air dengan tepung tapioca
pada perlakuan 5% masih kuat, hal ini disebabkan karena perbandingan tepung
tapoka dengan tepung cangkang udang sampai 5% masih lebih banyak kandungan
tepung tapiokanya. Namun semakin banyak penambaahan tepung cangkang udang, maka
daya ikat air dengan tepung tapioca akan rendah. Oleh sebab itu, cone dengan
penambahan tepung cangkang udang 7,5% dan 10 % akan membuat daya tahan cone
terhadap es krim menjadi rendah dibandingkan dengan penambahan 2,5% dn 5%.
Aroma
Hasil
pengamatan terhadap aroma cone
Tabel 4. Rata – rata Uji Hedonik
Terhadap Aroma Cone Berdasarkan
Perlakuan Penambahan Tepung Cangkang Udang
Perlakuan Penambahan
Tepung Cangkang Udang (%)
|
Median
|
Rata – rata
Aroma
|
0
|
7
|
6,3 a
|
2,5
|
7
|
6,1 a
|
5
|
5
|
6,1 a
|
7,5
|
5
|
5,9 a
|
10
|
5
|
5,7 a
|
Keterangan: Perhitungan statistik menggunakan Uji Friedman dengan taraf 5%
Semakin banyak penambahan tepung cangkang udang, semakin menurun tingkat
kesukaan terhadap panelis, hal ini disebabkan oleh aroma cangkang udang khas.
Menurut Hadiwiyoto, aroma khas pada udang dikarenakan adanya aktifitas enzim
yang ada dalam cangkang udang.
Rasa
Kualitas
rasa cone dengan penambaahan tepung cangkang udang
Tabel
5. Rata – rata Uji Hedonik Terhadap
Rasa Cone Berdasarkan Perlakuan
Penambahan Tepung Cangkang Udang
Perlakuan Penambahan
Tepung Cangkang Udang (%)
|
Median
|
Rata – rata
|
Rasa
|
0
|
5
|
5,5 a
|
|
2,5
|
5
|
5,8 a
|
|
5
|
7
|
6,3 a
|
|
7,5
|
5
|
5,8 a
|
|
10
|
5
|
5,9 a
|
Hasil
uji statis menunjukkan bahwa hasilnya tidak menunjukkan perbedaan yang nyata,
artinya semua panelis memiliki tingkat kesukaan rasa yang sama terhadap rasa
cone dengan fortifikasi tepung cangkang udang
Tekstur
Penilaian pada pengamatan tekstur cone tepung cangkang
udang pada cone eskrim
Tabel 6. Rata – rata Uji Hedonik
Terhadap Tekstur Cone Berdasarkan
Perlakuan Penambahan Tepung Cangkang Udang
Perlakuan Penambahan
Tepung Cangkang Udang (%)
|
Median
|
Rata – rata
|
Tekstur
|
0
|
7
|
5,8 a
|
|
2,5
|
7
|
6,1 a
|
|
5
|
7
|
6,6 a
|
|
7,5
|
7
|
6,6 a
|
|
10
|
7
|
6,5 a
|
Keterangan: Perhitungan statistik menggunakan Uji Friedman dengan taraf 5%
Semakin tinggi formulasi tepung cangkang udang sampai 7,5% nilai
rata-rata tekstur kone juga semakin meningkat.
Menurut Maulida (2005), dengan adanya penambahan tepung cangkang udang menyebabkan terjadinya
reaksi anti elastis yang menurunkan sifatelastis pada gluten.
Kadar kalsium
Pada haasil uji, rata-rata kadar
kalsium dari cone es krim tanpa penambahan tepung cangkang udang 0% dan yang
paling disukai panelis adalah tambahan tepung cangkang udang sebesar 5%.
Tabel 7. Rata-rata Kandungan Kalsium Cone Es Krim Berdasarkan Perlakuan Penambahan Tepung Cangkang
Udang yang Disukai
Panelis dalam 250 g Cone
Perlakuan
Penambahan
Tepung Cangkang Udang (%)
|
Rata-rata
Kandungan Kalsium (%)
|
0
5
|
0,43
1,24
|
Berdasarkan takaran saji pada produk cone es krim yang umum dikonsumsi
masyarakat yaitu 5 gr/takaran saji, maka jumlam kalsium cone es krim dengan
penambahan tepung cangkang udang yang paling disukai yaitu 5% dengan kandungan
kalsium sebesar 62 mg/5 gr.
B.
KANDUNGAN PROTEIN
KASAR, KALSIUM, DAN FOSFOR TEPUNG LIMBAH UDANG SEBAGAI BAHAN PAKAN YANG DIOLAH
DENGAN ASAM ASETAT (CH3COOH)
Metode penelitian
Penelitian ini menggunakan metode Rancangan Acak Lengkap sesuai petunjuk
Steel dan Torrie(1995) dengan 4 perlakuan dan 4 ulangan. Perlakuan limbah udang
disusun sebagai berikut:
A0
= perendaman dengan menggunakan aquades tanpa asam asetat
A1
= perendamam limbah udang dengan larutan asam asetat 5%
A2
= perendamam limbah udang dengan larutan asam asetat 10%
A3
- perandaman limbah udang dengan
larutan asam asetat 15%
Pengaruh
Perlakuan Asam Asetat Terhadap Kandungan Protein Kasar Tepung Limbah Udang
Penggunaan asam asetat pada pengolahan tepung limbah udang memberikan
pengaruh nyata (P<0.05) terhadap kandungan protein kasar.Hasil uji lanjut
Beda Nyata Jujur (BNJ) menunjukkan perlakuan A2 (pengolahan Asam asetat 10%)
menghasilkan kandungan protein kasar yang secara nyata lebih tinggi
dibandingkan perlakuan A0, A1, dan A3.Hal ini menunjukkan bahwa penggunaan
larutan asam asetat sampai 10% dapat menaikkan nilai protein kasar dan
merupakan dosis maksimal untuk menghasilkan kandungan protein kasar tepung
limbah udang yang optimal, sebab pada perlakuan A3 (Asam asetat 15%) kandungan
protein kasar telah mengalami penurunan, namun masih lebih tinggi dibandingkan
dengan tanpa asam asetat dan asam asetat 5%.
Kandungan protein kasar limbah udang yang diolah dengan asam asetat 10%
sebesar 58,37% setara dengan hasil penelitian Nwanna (2003) dan Mirzah dkk.,
(2008) sebesar 58.86% dan 55.63% sekalipun keduanya melakukan pengolahan limbah
udang secara fermentasi.
Tabel
1. Nilai protein kasar tepung limbah udang
|
Perlakuan
|
|
Ulangan (%)
|
|
Total
|
Rataan
|
|
|
|
1
|
2
|
3
|
4
|
|
|
|
A0
|
44.76
|
43.80
|
43.33
|
44.28
|
176.17
|
44.04
|
|
A1
|
54.81
|
54.52
|
54.60
|
54.51
|
218.44
|
54.61
|
|
A2
|
58.01
|
58.46
|
58.55
|
58.45
|
233.47
|
58.37
|
|
A3
|
56.23
|
56.32
|
56.14
|
56.17
|
225.46
|
56.37
|
Pengaruh Perlakuan Asam Asetat Terhadap Kandungan Kalsium Tepung Limbah
Udang
Penggunaan asam asetat pada pengolahan tepung limbah udang memberikan
pengaruh nyata terhadap kandungan kalsium (P<0,05). Hasil Uji Beda Nyata
Jujur menunjukkan kandungan kalsium pada perlakuan A1 dan A2 tidak berbeda
nyata (P>0.05).Begitu pula dengan kandungan kalsium pada perlakukan A2 dan
A3yang tidak berbeda nyata (P>0.05).Kandungan kalsium A1 berbedanya nyata
(P<0.05) dibandingkan dengan nilai kalsium pada A2 dan A3.Nilai rataan terendah
ditunjukkan pada perlakuan A3 dimana nilai rataan kalsium dari tepung limbah
udang sebesar 2,36%. Penurunan kalsium yang signifikan terjadi pada perlakuan
A3, sedangkan perlakuan A2 dan A3 tidak berbeda nyata (P>0.05).
Konsentrasi yang meningkat dari asam organik dapat merombak dan
melarutkan ikatan mineral. Perombakan dan kelarutan ikatan mineral disebabkan
oleh ion H, oleh karena itu semua proses yang menyebabkan perubahan konsentrasi
ion H, dapat menyebabkan perubahan kecepatan pelarutan mineral. Peningkatan
konsentrasi ion H dimungkinkan oleh makin meningkatnya konsentrasi asam atau
pun keadaan yang menyebabkan makin kuatnya disosiasi asam menghasilkan ion H
(Ismangil dan Hanudin, 2005).
Tabel
2. Nilai kalsium tepung limbah udang
|
|
|
|
|||
Perlakuan
|
|
Ulangan (%)
|
|
Total
|
Rataan
|
|
|
1
|
2
|
3
|
4
|
|
|
A0
|
4.95
|
4.11
|
4.04
|
4.94
|
18.04
|
4.51
|
A1
|
3.54
|
3.17
|
3.91
|
3.67
|
14.29
|
3.57
|
A2
|
3.20
|
2.22
|
2.85
|
3.65
|
11.92
|
2.98
|
A3
|
2.51
|
1.88
|
2.96
|
2.07
|
9.43
|
2.36
|
Pengaruh Perlakuan Asam Asetat Terhadap Kandungan Fosfor Tepung Limbah
Udang
Dari uji Beda Nyata Jujur (BNJ) menunjukkan perlakuan A0 berbeda nyata
(P<0.05) dengan perlakukan A2, dan A3, sedangkan perlakuan A0 tidak berbeda
nyata(P>0.05) dengan perlakuan A1Perlakukan A1 tidak berbeda nyata
(P>0.05) dengan A2, dan perlakuan A3.
Semakin tinggi konsentrasi asam asetat, maka semakin besar fosfor yang
terdegradasi dalam limbah udang ini sejalan dengan pendapat Bastaman (1989),
yang menyatakan bahwa komponen mineral dapat dilarutkan dengan menggunakan asam
dan menurut Ismangil dan Hanudin (2005), perubahan konsentrasi dapat
menyebabkan perubahan kecepatan pelarutan mineral termasuk fosfor.
Tabel
3. Nilai fosfor tepung limbah udang
|
|
|
|
|||
Perlakuan
|
|
Ulangan (%)
|
|
Total
|
Rataan
|
|
|
1
|
2
|
3
|
4
|
|
|
A0
|
1.51
|
1.76
|
1.67
|
1.51
|
6.45
|
1.61
|
A1
|
1.03
|
1.07
|
1.19
|
1.27
|
4.56
|
1.14
|
A2
|
0.97
|
0.88
|
0.97
|
0.90
|
3.72
|
0.93
|
A3
|
0.85
|
0.64
|
0.53
|
0.52
|
2.54
|
0.63
|
C.
POTENSI PEMANFAATAN
LIMBAH UDANG DALAM MENINGKATKAN PERTUMBUHAN TANAMAN CABAI
Percobaan Tahap I (Mengolah Limbah Udang menjadi Bahan Pupuk Cair)
Bahan dan Alat
Bahan dan alat dapat dilihat sebagai berikut: limbah udang, Effective
Microorganism 4 (EM4), gula pasir dan aquades; sedangkan alat yang digunakan
dalam percobaan ini terdiri dari : blender, jerigen ukuran 10 liter, gelas
piala, timbangan, TDS meter dan pH meter.
Rancangan percobaan
Rancangan yang digunakan dalam percobaan ini adalah Rancangan Acak
Lengkap (RAL) 1 faktor
(bobot limbah udang), yakni : U1
= ½ kg, U2 = 1 kg dan U3 = 1 ½ kg. Masing-masing diulang 3
kali, sehingga secara
keseluruhan ada 9 satuan percobaan
Pelaksanaan
Pelaksanaan diawali dengan penghancuran cangkang udang menggunakan
blender dan hasilnya dimasukkan kedalam jerigen berukuran 10 liter. Bobot
limbah udang yang diperlukan dari masing-masing perlakuan adalah : U1 = ½ kg,
U2 = 1 kg dan U3 = 1 ½ kg. Pada jerigen yang telah berisi bahan hancuran
limbah udang ditambahkan
½ liter EM4, ¼ kg gula pasir dan 10 liter aquades. Setelah itu jerigen ditutup rapat dan
didiamkan selama 6 minggu. Setiap minggu
jerigen dikocok dan diambil sampelnya untuk dilakukan pengukuran terhadap nilai
TDS dan pH. Perubahan nilai TDS dan pH
selama proses pemeraman menunjukkan pada bahan yang diperam telah terjadi
proses dekomposisi yang merubah bahan organik menjadi hara makro N, P, K, Ca,
Mg, S, atau hara mikro Cu, Zn, Mn, Fe yang dibutuhkan tanaman. Tepat pada
minggu ke 6, masing-masing jerigen dikocok dan diambil sampelnya (± 1 liter) untuk dilakukan
pengukuran selain terhadap nilai TDS dan pH juga terhadap kadar hara makro N, P,
K, Ca, Mg, S maupun hara mikro Cu, Zn, Mn, Fe.
Analisis data
Parameter
yang dianalisis pada bahan pupuk cair yang dihasilkan dari percobaan tahap I
dan metode analisisnya.
Tabel
1. Metode analisis untuk mengukur parameter pada percobaan tahap I
No.
|
Parameter
|
Metoda Analisis
|
No.
|
Parameter
|
Metoda Analisis
|
|
|
|
|
|
|
1.
|
N (ppm)
|
Spektrofotometrik
|
6.
|
S (ppm)
|
Spektrofotometrik
|
|
|
|
|
|
|
2.
|
P (ppm)
|
Spektrofotometrik
|
7.
|
Cu (ppm)
|
AAS
|
|
|
|
|
|
|
3.
|
K (ppm)
|
Flamephotometer
|
8.
|
Zn (ppm)
|
AAS
|
|
|
|
|
|
|
4.
|
Ca (ppm)
|
AAS
|
9.
|
Mn (ppm)
|
AAS
|
|
|
|
|
|
|
5.
|
Mg (ppm)
|
AAS
|
10.
|
Fe (ppm)
|
AAS
|
|
|
|
|
|
|
Percobaan Tahap II (Pengaplikasian Pupuk Organik Cair dari Limbah Udang
pada Pertanaman Cabai)
Bahan dan Alat
Bahan
yang digunakan dalam percobaan ini, terdiri dari : media tanam, biji cabai
merah (Capsicum annum), bahan pupuk cair dari limbah udang yang dihasilkan
pada percobaan tahap I dan Dithane M45 untuk mencegah hama dan penyakit tanaman;
sedangkan alat yang digunakan dalam percobaan ini, terdiri dari : polibag yang
dapat diisi oleh 3 kg media tanam, penggaris, timbangan dan tali rafia.
Rancangan Percobaan
Rancangan
yang digunakan dalam percobaan ini
adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL) 2 faktor
Tabel
2. Perlakuan yang di uji cobakan dalam penelitian tahap II
|
Faktor 1
|
Faktor 2
|
|
Penggunaan Pupuk Cair dari Limbah Udang
|
Cara Pemberian
|
|
|
|
Uo = tanpa pupuk cair
|
|
|
U1
|
=
pemberian berasal dari ½ kg limbah udang
|
D
= melalui daun
|
U2
|
=
pemberian berasal dari 1 kg limbah udang
|
A
= melalui akar
|
U3
|
=
pemberian berasal dari 1½ kg limbah udang
|
|
|
|
|
Pelaksanaan Percobaan
Pertanaman cabai diawali dengan
menyemaikan benih cabai merah pada media persemaian. Setelah benih tersebut
tumbuh dan menjadi tanaman yang telah berumur 1 bulan, tanaman tersebut
dipindahkan ke dalam polibag yang berisi 3 kg tanah. Pengaplikasian pupuk cair sebagai pupuk daun
atau pupuk akar dimulai 1 minggu setelah tanaman dipindahkan ke polibag.
Pengaplikasian sebagai pupuk
daun diberikan dengan
dosis 6 ml/liter yang diberikan dengan
cara disemprotkan ke daun (20
semprot/tanaman atau ± 3 ml/tanaman dari setiap pemberian), sedangkan pemberian
ke akar dilakukan bersamaan dengan penyiraman juga dengan dosis 6 ml/liter
sebanyak 3 ml per tanamannya. Pemupukan dilakukan setiap minggu. Pemeliharaan
tanaman dilakukan apabila diperlukan dengan menggunakan obat pembasmi hama dan
penyakit tanaman (Dithane M45). Pada akhir pertanaman dilakukan pengamatan
terhadap tinggi, bobot brangkasan tanaman, jumlah buah dan bobot buah cabai.
Analisis data
Parameter yang diamati pada tahap
percobaan ini, terdiri dari : tinggi
tanaman, bobot brangkasan tanaman, jumlah buah dan bobot buah. Data ini diolah dengan analisis statistik RAL
2 faktor dengan uji lanjut Beda Nyata Jujur (BNJ)). Untuk mengetahui nilai ekonomi atau
kelayakan usaha dari pemrosesan limbah udang menjadi pupuk cair serta
pemanfaatannya pada pertanaman cabai, maka dilakukan analisis R/C ratio. Pada
perlakuan pemberian pupuk akar, biaya untuk pemberian pupuk tidak
diperhitungkan karena pemupukan lewat akar diberikan bersamaan dengan
penyiraman.
Perubahan Nilai TDS dan pH selama Proses Pemeraman Limbah Udang
Hasil penelitian menunjukkan terjadi
perubahan nilai TDS selama proses pemeraman.
Nilai TDS berubah sebagai akibat terjadi proses dekomposisi bahan
organik oleh mikroorganisme yang menghasilkan zat-zat yang lebih sederhana yang
dibutuhkan tanaman.
Nilai TDS dari perlakuan U3 (1 ½ kg
limbah udang) lebih tinggi dibanding nilai TDS dari perlakuan U2 (1 kg limbah
udang) dan U1 (½ kg limbah udang). Hal
ini mengindikasikan bahwa jumlah padatan terlarut yang dihasilkan akibat
penggunaan 1 ½ kg limbah udang lebih tinggi dibanding jumlah padatan terlarut
yang dihasilkan dari penggunaan 1 kg
atau ½ kg limbah udang. Nilai TDS pada
bahan limbah udang berasal dari Ca yang dihasilkan dari proses dekomposisi
bahan limbah udang. Hal ini ditunjukkan
oleh hasil analisis yang menunjukkan bahwa perlakuan U3 mengandung kadar Ca
lebih tinggi dibanding kadar Ca yang terdapat pada pupuk cair dari limbah udang
yang diberi perlakuan U2 dan U1, baik pada pengukuran ke 1 hingga pengukuran ke
6 (Gambar 2). Menurut Manjang (1993), Ca
berasal dari CaCO3 yang ada pada limbah udang. Ibrahim dan Basri (2009)
mengemukakan bahwa keberadaan Ca dapat mempengaruhi nilai TDS pada larutan.
Oleh karena pada perlakuan U3, jumlah
limbah udang yang digunakan lebih banyak dibanding pada perlakuan U2 dan U1,
maka pada hasil dekomposisinya juga menghasilkan Ca lebih banyak. Akibatnya nilai TDS dari perlakuan U3 menjadi
lebih tinggi dibanding U2 dan U1. Nilai TDS dari pupuk organik cair berbahan
dasar limbah udang berkisar antara 2953 ppm
hingga 11627 ppm.
Fluktuasi pH pada Pupuk Cair dari Limbah Udang Selama Proses Pemeraman
Selama proses pemeraman terjadi
perubahan pH. Nilai pH bervariasi antar masingmasing perlakuan dan
masing-masing waktu pengamatan. Namun demikian, ada suatu kecenderungan dengan
semakin tinggi dosis (bobot) limbah udang yang digunakan menyebabkan pH menjadi
semakin tinggi. pH dari bahan limbah
udang berkisar antara 4,67 hingga 7,07
Selama proses pemeraman bahan limbah
udang, pH tertinggi selalu terdapat pada perlakuan U3 (1 ½ kg),
diikuti oleh pH dari perlakuan U2 (1 kg) dan U1 (½ kg) (Gambar 3). pH yang lebih tinggi dari perlakuan U3 dapat
disebabkan oleh jumlah Ca yang dihasilkan oleh 1 ½ kg limbah udang selama
proses dekomposisi (pemeraman) selalu lebih tinggi dibanding jumlah Ca yang
dapat dihasilkan dari penggunaan 1 kg maupun ½ kg limbah udang.
Kadar Hara Makro pada Pupuk Cair dari Limbah Udang
Pemeraman bahan organik dari limbah
udang akan menghasilkan bahan-bahan yang lebih sederhana yang dibutuhkan
tanaman untuk mendukung pertumbuhannya.
Salah satunya adalah hara makro Ca.
Namun demikian, beberapa hara makro lainnya seperti N, P, K, Mg dan S
juga dihasilkan dari proses pemeraman limbah udang, meskipun dalam jumlah yang
lebih sedikit dibanding Ca. Kadar hara makro N, P, K, Ca, Mg dan S yang
dihasilkan dari hasil pemeraman limbah udang.
No.
|
Perlakuan
|
|
Kadar Hara Makro
(ppm)
|
|
|
||||
|
|
|
|
|
|
|
|||
|
|
|
N
|
P
|
K
|
Ca
|
|
Mg
|
S
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
1.
|
U1
|
(½ kg)
|
634,3a
|
306,3a
|
124,7a
|
2478,0a
|
|
198,7a
|
26,0a
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
2.
|
U2
|
(1 kg)
|
1474,7b
|
537,0b
|
207,3b
|
4659,1b
|
|
346,3b
|
48,3b
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
3.
|
U3
|
(1 ½ kg)
|
2359,3c
|
721,7c
|
312,3c
|
7232,3c
|
|
562,7c
|
69,7c
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
Tabel 3. Kadar hara makro pada bahan pupuk cair dari
limbah udang
No.
|
Perlakuan
|
|
Kadar Hara Mikro (ppm)
|
|
|||
|
|
|
|
||||
Cu
|
Zn
|
Mn
|
Fe
|
||||
|
|
|
|||||
|
|
|
|
|
|
|
|
1.
|
U1
|
(½ kg)
|
0,73a
|
0,37a
|
0,13a
|
80,3a
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
2.
|
U2
|
(1 kg)
|
1,27ab
|
0,53ab
|
0,23b
|
137,7b
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
3.
|
U3
|
(1 ½ kg)
|
1,93b
|
0,80b
|
0,47c
|
229,7c
|
|
|
|
|
|
|
|
|
Tabel
4. Kadar hara mikro pada bahan pupuk cair dari limbah udang
Menunjukkan kadar hara makro N, P, K, Ca, Mg, S dari perlakuan U3 (1 ½ kg limbah udang) nyata
lebih tinggi dibanding kadar hara makro tersebut yang terdapat pada
perlakuan U2 (1 kg limbah udang)
dan U1 (½ kg limbah udang). Hal ini disebabkan jumlah bahan yang
terdekomposisi akibat penggunaan 1 ½ kg limbah udang akan menjadi lebih banyak
dibanding perlakuan U2 (1 kg limbah udang) dan U1 (½ kg limbah udang), sehingga
hara makro yang dihasilkan dari proses dekomposisinya juga akan semakin banyak.
Urutan kadar hara makro yang paling dominan yang terdapat pada pupuk organik
cair dari bahan limbah udang adalah Ca > N > P > Mg > K > S.
Pengaruh Pemberian Pupuk Cair dari Limbah Udang terhadap Pertumbuhan
dan Produksi Tanaman
Pemberian pupuk organik cair yang
berasal dari perlakuan U3 (1½ kg limbah udang) menyebabkan tinggi, bobot
brangkasan tanaman, jumlah buah dan bobot buah lebih tinggi dibanding
pemberian pupuk organik cair yang
berasal dari perlakuan U2 (1 kg limbah udang) dan U1 (½ kg
limbah udang).
Gambar
4. Tinggi tanaman cabai (16 minggu setelah tanam)
Perlakuan U3 lebih efektif dalam
meningkatkan pertumbuhan dan produksi tanaman disebabkan pada pupuk organik
cair dari perlakuan U3 mengandung kadar hara makro N, P, K, Ca, Mg dan S maupun
hara mikro Cu, Zn, Mn dan Fe lebih tinggi dibanding pada pupuk organik cair
yang dihasilkan melalui perlakuan U2 dan U1 (Tabel 3 dan Tabel 4). Rosmarkam
dan Yuwono (2002) mengemukakan bahwa unsur N dibutuhkan tanaman dalam
penyusunan protein dan meningkatkan kadar selulosa, unsur P dibutuhkan tanaman
untuk menyusun jaringan tanaman, pembentukkan bunga dan organ untuk reproduksi,
sedangkan unsur K dibutuhkan tanaman untuk pengembangan sel dan mengatur
tekanan osmosis. Menurut Lingga dan Marsono (2005).
Hasil Analisis Ekonomi Penggunaan Pupuk Cair dari Limbah Udang pada Pertanaman
Cabai
Dengan makin tinggi produktivitas
tanaman diharapkan akan memberikan keuntungan secara finansial. Namun hal
tersebut, juga tergantung pada pendapatan yang diperoleh dan biaya produksi
yang harus dikeluarkan. Besarnya keuntungan yang didapatkan dapat ditunjukkan
oleh nilai R/C ratio dengan membandingkan antara total penghasilan dengan
jumlah biaya yang dikeluarkan.
Terlihat bahwa R/C ratio tertinggi
(1,89) terdapat pada perlakuan pemberian pupuk cair dari 1 ½ kg limbah udang
melalui daun. Hal ini disebabkan produksi dari tanaman yang diberi perlakuan
ini mencapai nilai tertinggi sehingga pendapatan yang diperoleh juga menjadi
yang tertinggi. Sementara biaya operasional akibat pengaplikasian dari
penggunaan ½ kg, 1 kg atau 1 ½ kg limbah udang tidak begitu terlalu jauh
bedanya.
D. PENGGUNAAN KEPALA UDANG SEBAGAI SUMBER PIGMEN DAN KITIN DALAM PAKAN TERNAK
Metode
Penelitian
ini menggunakan 28 ekor itik alabio betina dewasa yang terbagi ke dalam 4
perlakuan, 7 ulangan dan masing-masing ulangan terdiri dari 1 ekor itik. Itik ditempatkan
pada kandang baterai (individual cage) secara acak. Setiap kandang dilengkapi
tempat pakan dan tempat air minum yang terbuat dari paralon. Air minum
diberikan adlibitum. Ransum perlakuan yang digunakan adalah tepung kepala udang
yang dicampurkan ke dalam ransum basal yaitu RO (ransum basal 100% sebagai
kontrol), R1 (kepala udang 3%), R2 (kepala udang 6%) dan R3 (kepala udang 9%).
Peubah yang diamati adalah konsumsi ransum, produktivitas telur, efisiensi
penggunaan ransum, indeks warna kuning telur dan analisis mikrobiologi pakan.
Data yang terkumpul dianalisis dengan analisis ragam (Steel and Torrie, 1991)
dan untuk produksi telur, indeks warna kuning telur dan jumlah total mikrob
ditampilkan secara deskriptif.
Konsumsi Ransum, Produktivitas Telur dan Keefisienan
Penggunaan Ransum
Konsumsi Ransum
Rataan
konsumsi ransum selama penelitian disajkan pada Gambar 1. Analisis ragam
menunjukkan bahwa konsumsi ransum perlakuan tidak menunjukkan perbedaan yang
nyata (P>0,05). Hal ini diduga bahwa pemberian kepala udang dalam pakan
belum menghasilkan perubahan nilai gizi yang mencolok sehingga kualitas dan
kuantitas dari ransum tidak banyak berubah. Nasional Research Council (1994)
mengemukakan bahwa ada beberapa faktor yang mempengaruhi konsumsi ransum yaitu
bobot badan, jenis kelamin, suhu lingkungan, kualitas dan kuantitas
ransum.
Produksi Telur
Produksi telur itik disajikan pada Gambar 2. Produksi telur itik tertinggi sebesar 50%.
Produksi ini lebih tinggi dibandingkan dengan produksi telur itik alabio yang
dipelihara dengan sistim kandang yang sama yaitu 41,42% (Purba et al. 2001).
Perbedaan ini dapat disebabkan oleh umur pertama bertelur. Hardjosworo (2001)
mengemuka- kan bahwa produksi telur (duck-day) dari sekelompok itik yang tinggi
dapat terjadi bila itikitik berasal dari bibit unggul, mulai bertelur pada
waktu hampir bersamaan dan manajemen pemeliharaan yang baik.
Indeks Warna Kuning Telur
Pigmen
pemberi warna kuning telur yang ada dalam ransum secara fisiologi akan diserap
oleh organ pencernaan usus halus dan diedarkan ke organ target yang
membutuhkan. Weng et al. (2000) membuktikan dalam penelitiannya bahwa β-caroten
dalam darah yang sampai ke organ dan uterine endometrium akan mempengaruhi
fungsi organ tersebut. Peningkatan warna kuning terhadap kuning telur
disebabkan oleh adanya pigmen karotenoid yang dikandung kepala udang. Pigmen
karotenoid akan merefleksikan warna kuning, orange atau merah (Anonim, 2005).
Pengaruh perlakuan juga dipertegas oleh penampakan warna kuning telur asin
rebus
Senyawa
organik pemberi warna pada kuning telur (pigmen karotenoid) terdiri dari
atom-atom dan ikatan-ikatan yang kaya elektron. Atom dan elektron tersebut bisa
berinteraksi dan dipengaruhi oleh ion Na+ dan ion Cl-, sehingga interaksi
mereka dapat menyebabkan perubahan intensitas penyebab warna kuning telur.
Sumber pigmen asal xantofil dan karotenoid merupakan pigmen yang larut dalam
lemak yang banyak ditemukan dalam karkas, telur dan produk-produk telur (Castan
et al. 2005).
Efisiensi Penggunaan Ransum
Rataan
efisiensi ransum per perlakuan selama penelitian disajikan pada Gambar 5.
Berpatokan kepada produksi telur yang dihasilkan oleh masing-masing itik yang
beragam dan konsumsi ransum selama 2 minggu, maka efisiensi ransum untuk
masing-masing itik juga berbeda. Namun analisis ragam belum menunjukkan adanya
pengaruh yang nyata perlakuan terhadap efisiensi ransum (P>0,05) dimana
rataan masing-maing perlakuan hampir sama dengan perlakuan R0. Rataan efisiensi
ransum penelitian adalah 50,49 – 55,1%. Gambar 5 memperlihatkan pemberian
kepala udang 9% dalam ransum menunjukkan efisiensi yang paling baik.
KESIMPULAN
Persentase protein kasar tepung
limbah udang yang diolah dengan asam asetat 10% merupakan perlakuan terbaik
dengan kandungan protein kasar 58,37%, kalsium 2,98%, dan fosfor 0,98%.
Pupuk cair yang berasal dari 1 ½ kg
limbah udang mengandung kadar hara N 2359 ppm, P 721 ppm, K 312 ppm, Ca 7232
ppm, Mg 562 ppm, S 62 ppm, Cu 1,9
ppm, Zn
0,8 ppm, Mn 0,4 ppm
dan Fe 229 ppm.Tinggi, bobot
brangkasan, jumlah buah
dan bobot buah
tertinggi terdapat pada tanaman cabai yang diberi pupuk organik
cair yang berasal dari 1 ½ kg limbah udang yang diberikan melalui daun.R/C
ratio tertinggi terdapat pada pertanaman cabai yang diberi pupuk cair dari 1 ½
kg limbah udang yang diberikan melalui daun.
Terlihat penurunan jumlah bakteri pada
perlakuan R2 (1,5 x 106) dan R3 (2,2 x 106) pada pengamatan hari ke-16 (hampir
menyamai jumlah bakteri pada pengamatan hari pertama) yaitu 1,7 x 106 dan 8,5 x
105
DAFTAR
PUSTAKA.
Permana J.A, Liviawaty E, Iskandar.2012.
Fortifikasi Tepung Cangkang Udang SEBAGAI Sumber
kalsium terhadap tingkat kesukaan cone es krim. Jurnal Perikanan dan Kelautan. Vol. 3, No. 4(29-39)
Sahara E. 2011. PENGGUNAAN KEPALA UDANG SEBAGAI SUMBER
PIGMEN DAN KITIN DALAM PAKAN TERNAK (Utilizing of shrimp head as source of
pigment and chitin on animal feed). AGRI NAK. Vol.01 No .1(31 – 35)
Wowor R.Y.A, Bagau B, Untu I, Liwe H.
2015. KANDUNGAN PROTEIN KASAR, KALSIUM, DAN FOSFOR
TEPUNG LIMBAH UDANG SEBAGAI BAHAN PAKAN YANG DIOLAH DENGAN ASAM ASETAT
(CH3COOH). Jurnal Zootek (“Zootrek” Journal ). Vol. 35 No. 1 : 1-9